Memahami Masa Prenatal dan Tahap Perkembangannya

Memahami Masa Prenatal dan Tahap Perkembangannya

Masa Prenatal – Kehidupan manusia mulai dari bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur wanita. Sel sperma yang bergabung dengan sel telur (ovum) menghasilkan satu bentuk satu sel yang terbuahi, zygot. Dalam pembuahan yang normal, sel telur berada dalam salah satu tabung falopi yang bergerak dari satu indung telur menuju rahim. Ketika satu sperma datang dan menembus dinding ovum, maka inti sel saling mendekat. Membran yang mengelilingi masing-masing pecah, dan kedua inti bersatu.

Kehidupan mansia baru sudah dimulai. Perkembangan dan pertumbuhan sudah berlangsung sebagai kehidupan manusia di masa prenatal, yang akan berangsung terus menerus sampai bayi keluar dari rahim.

Jadi, kehidupan prenatal berawal sejak mula pertama penyatuan sel ayah dan sel ibu dalam rahim untuk mengalami tahapan-tahapan perkembangan menjadi bayi, sampai tepat bayi itu keluar dari rahim atau terlahir.

Sejak menit-menit pertama terjadnya kehamilan, makhluk amat kecil berupa sekumpulan sel dalam rahim yang baru di awal-awal penciptaan sudah kita perhitungkan sebagai kehidupan. Sekecil apapun, sesamar apapun, ia adalah manusia hidup yang harus sebagai entitas kehidupan. Dengan pengertian ini, kita menaruh perhatian yang sangat besar pada kehamilan sejak awal sampai akhirnya. Kita menganggap penting dan memberi perlakuan istimewa sebagai ungkapan cinta dan syukur atas hadirnya manusia baru dengan tetap meyakini bahwa keberlangsungan takdirnya ada di tangan Allah semata.

Iniah masa prenatal, yang dalam rentang waktu kurang lebih 9 bulan seharusnya tidak berjalan begitu saja, tetapi dengan perlakuan yang memuliakanya.

Ada tiga fase di masa prenatal, yaiu fase Germinal, fase Embrio, dan fase Janin.

  1. Fase Germinal,

Ini adalah fase perkembangan prenatal yang terjadi dua pekan pertama setelah proses pembuahan dalam rahim. Masa ini dihitung mulai saat pembentukan zigot, pembelahan sel, dan peristiwa melekatnya zigot pada dinding rahim. Zigot melakuan pembelahan sel yang cepat, kemudian sekelompok sel membenuk gumpalan kecil yang disebut blasitosis. Dari sini, inti sel kemudian berkembang menjadi embrio yang selanjutnya akan menempel di dinding rahim.

  1. Fase embrio

Fase ini berlangsung antara pekan kedua sampai delapan sejak masa pembuahan. Embrio ini dengan cepat melakukan pengandaan sel hingga sistem pendukung mulai terbentuk dan bakal organ tubuh mulai terlihat. Terbentuk lapisan Endoderm calon sistem pencernaan dan calon saluran pernapasan, lapisan Mesoderm berada di bagian tengah yang akan membentuk jaringan sirkulasi, tulang, otot, dan system reproduksi, serta lapisan Ektoderm yang (lapisan terluar) yang menjadi otak dan saraf serta organ bagian luar tubuh dan kulit.

Sistem pendukung kehidupan pada embrio berkembang pesat. Amnion (kantong ketuban), tali pusar dan plasenta terbentuk untuk melajutkan kehidupan yang lebih rumit nanti.

Pada minggu ketiga setelah pembuahan, saluran saluran saraf berubah bentuk menjadi saraf tulang belakang. Saat memasuki 21 hari, mata mulai terbentuk, dan pada 24 hari, sel yang membentuk jantung mulai dapat dibedakan.

Kira-kira pada pekan keempat, lengan dan kaki mulai muncul. Empat ruang jantung mulai terbentuk dan mulai muncul pembuluh darah. Pada pekan kelima sampai kedelapan, wajah mulai terbentuk meskipun belum terlalu dapat mengenalinya. Saluran usus mulai terbentuk dan juga struktur wajah. Saat ini ukuranya masih sangat kecil, panjangnya baru sekitar 2,5 cm.

  1. Fase Janin.

Fase ini adalah masa perkembangan setelah embrio sampai sebelum kelahiran. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat. Perkembangan otak dan system saraf, penyempurnaan organ dan fungsinya, pembentukan indera dan kemampuannya, serta ketrampilan bayi sampai menjelang lahirnya.

  • Fase Prenatal Menurut Al-Quran

masa prenatal

Dalam AL-Qur’an, ternyata masa prenatal ini juga disebutkan tahapan-tahapannya.

  1. Fase Sulalatin min Thin (saripati tanah)

Awal kehidupan berawal dari saripati tanah, yaitu makanan yang memang berasal dari tetumbuhan yang asalnya menyerap zat hara tanah, atau hewan yang memakan tumbuhan. Dari saripati ini, perbentukan nuthfah kemudian terjadi. Karena saripati tanah adalah awal dari kehidupan, maka ajaran islam melarang umatnya mubazir dengan membuang-buang makanan atau boros.

  1. Fase Nuthfah

Nuthfah adalah sperma yang sel hidupnya bersatu dengan sel telur menghasilkan manusia. Saat awal bertemu, ada ribuan sel sperma menuju sel telur tetapi hanya satu yang berhasil menyusup dan menyatu dengannya. Karena sperma adalah awal bagian dari fase kehdidupan, maka islam mencela seorang laki-laki yang menyia-nyiakan sperma dalam perbuatan seksual yang tidak tersalurkan secara halal.

  1. Fase ‘Alaqah

Tahap ini kira-kira sama dengan berlangsungnya Zigot, yaitu penyatuan sel sperma dan sel telur membentuk kehidupan baru. Perjalanan zigot hingga menempelnya pada Rahim memerlukan waktu selama enam hari. Zigot yang menempel ini membentuk ‘alaqah sampai hari ke 15.

  1. Fase Mudghah

Embrio berubah mejadi permulaan tahap mudghoh pada hari ke 24 ampai 26. Pada tahap ini calon janin berbentuk serupa gumpalan daging. Pada pecan ke 5, jantung mulai berdetak meskipun masih sangat lemah. Tahapan ini akan berakhir sekitar hari ke-40 untuk menuju tahap berikutnya.

  1. Fase idzaman

Setelah berupa gumpalan menyerupai daging, pada masa ini calon janin mulai membentuk tulang meskipun belum begitu jelas. Pada akhir pekan ke 6 perubahan berlangsung sangat cepat dan semakin membentuk wujud manusia. Pada minggu ke-7 tulang kerangka terbentuk sehingga embrio sudah berwujud janin manusia.

  1. Fase Lahman

Setelah pembentukan tulang dan rangka, tulang-tulang ini terselimuti oleh lapisan otot-otot. Dengan munculnya lapisan otot, maka embrio yang sudah menyerupai wujud manusia itu mampu bergerak. Kejadian ini berlangsung mulai pecan ke-7.

  1. Fase Takhalluq (perkembangan) atau khalqan akhar

Pada tahap ini, embrio berubah menjadi janin yang berwujud manusia secara lengkap. Alat kelamin mulai terlihat jelas, otot dan daging bertambah dan terus berkembang, dan semua organ mulai siap berfungsi. Kejadian ini berlangsung pada bulan ke-6 atau 7 dan janin sudah mampu untuk hidup di luar rahim jika harus lahir prematur meskipun sangat berisiko.

  • Kemampuan Otak Janin

Di dalam rahim, janin memiliki kemampuan menggunakan otaknya meski dalam keadaan terbatas. Beberapa penelitian yang telah dilakukan para ilmuan bidang perkembangan pralahir menunjukkan bahwa selama berada dalam rahim, janin dapat belajar, merasa, dan mengetahui perbedaan gelap dan terang (Islam, 2004). Otak janin telah mampu menangkap, merespon, dan akhirnya menyimpannya dan memunculkannya kembali sebagai kebiasaan baik kelak ketika ia telah lahir. Penelitian Dr. Rene dan Lehrer (dalam Kambali, 2015) terhadap bayi-bayi yang mendapat stimulasi prenatal mengungkapakan bahwa,

  • Ada suatu masa krisis dalam perkembangan bayi usia sekitar lima bulan sebelum lahir dan berlanjut hingga usia dua tahun, ketika stimulasi otak dan latihan-latihan intelektual dapat meningkatkan kemampuan bayi
  • Stimulasi pra lahir dapat membantu mengembangkan orientasi dan kefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar Setelah dilahirkan.
  • Bayi-bayi yang mendapat stimulasi pra lahir lebih dapat mampu mengontrol gerakan-gerakan dan lebih siap untuk menjelajahi dan mempelajari lingkungan setelah ia dilahirkan
  • Para orang tua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pra lahir menggambarkan anak mereka lebih tenang waspada dan bahagia.

Anak-anak yang mendapat stimulasi di masa prenatalnya itu tumbuh dan berkembang lebih baik daripada anak-anak lainnya. Makin bervariasi stimulus yang diberikan, makin baik anak dapat mengolah informasi yang ia terima dari luar.

Ibu hamil sering mendapat nasehat atau tuntutan untuk lebih berhati-hati dalam melakukan gerakan tertentu atau ucapan, sebab nasib janin yang ada dalam kandungan akan sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh sang ibu. Jadi, apa yang dilakukan dan diucapkan oleh ibu ditangkap oleh janin, direspon dan dapat membekas dalam sifatnya kelak ketika bayi terlahir.

Syarat-syarat Aqiqah Menurut Pendapat Para Ulama

Syarat-syarat Aqiqah Menurut Pendapat Para Ulama

Sunnah Aqiqah – Mayoritas ulama mengemukakan syarat-syarat aqiqah adalah sebagai berikut: 

Syarat pertama:

harus hewan ternak; yaitu domba, kambing, unta dan sapi. Aqiqah tidak sah pada jenis hewan lainnya seperti kelinci, ayam atau burung. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan ahli Fikih, ahli hadis dan lain-lain.

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa yang boleh untuk aqiqah hanya delapan pasang hewan yang boleh dalam qurban, kecuali pendapat menyimpang dari orang yang sama sekali tidak memperhitungkan pendapatnya.”

Ibnu Hazm az-Zhahiri menyalahi pendapat ini dan menyatakan bahwa aqiqah hanya boleh dengan kambing (domba dan biri-biri) saja dan tidak boleh dengan sapi atau unta. Dia katakan, “Untuk aqiqah tidak boleh dengan hewan apa pun selain yang berjenis kambing saja, seperti domba atau biri-biri. Hewan selain yang kami sebutkan di sini tidak boleh; tidak unta, sapi, maupun hewan ternak lainnya.” Pendapat ini dia nukilkan dari Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar dan merupakan salah satu riwayat pendapat Imam Malik. Juga merupakan pendapat Abu-Ishaq bin Sya’ban dari kalangan ulama penganut mazhab Maliki dan al-Bandaniji dari kalangan ulama penganut mazhab Syafi’i seperti yang dinukilkan oleh as-Subki darinya, Abu Nashr al-Bandaniji dalam kitab Al-Mu’tamad mengatakan, “Asy-Syafi’i tidak memiliki nash selain kambing untuk aqiqah. Menurut saya, tidak boleh selain kambing.”

Mereka berargumentasi dengan makna eksplisit dari hadis-hadis yang menyebutkan lafal ‘kambing’ dan ‘domba’, seperti hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyembelih domba aqigah untuk Hasan dan Husain masing-mnasing satu ekor.

Dan hadis Ummu Kurz radhiyallahu ‘anha,

’Anil ghulaami syaataani mukaafiataani wa ‘anil jaariyati syaatun

Artinya: “Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

Mereka katakan bahwa lafal (syaatun) untuk seekor kambing dan domba.

Ibnu Hazm mengatakan, “Lafal (syaatun) disepakati dipakai untuk kambing dan domba.”

Ibnu Hazm juga berargumentasi dengan hadis yang dari Yusuf bin Mahik riwayatkan, bahwa dia masuk menemui Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar. Suaminya, al-Mundzir Ibnu Zubair mendapatkan anak, “Aku katakan kepadanya; Akankah engkau aqiqahi anakmu dengan seekor unta?” Dia menjawab, Kami berlindung kepada Allah. Bibiku Aisyah pernah mengatakan,

Untuk anak laki-laki dua ekor kambing, dan untuk anak perempuan satu ekor kambing.

Malik meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibrahim at Taimi berkata, “Aqiqah disunnahkan walaupun hanya dengan seekor burung pipit.

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, Atsar ini tidak menunjukkan apapun selain aqiqah menjadi sunnah… Sedangkan perkataanya ‘walaupun hanya dengan seekor burung pipit’ adalah konteks hiperbola. Sama seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam kepada Umar radhiyailahu’anhu yang ingin membeli kuda,

Walaupun dia menjualnya kepadamu hanya dengan harga satu dirham.

Juga seperti sabda beliau Shallallahu ‘aiayhi wa Sallam tentang seorang budak wanita yang berzina,

Juallah walaupun hanya dengan harga seutas tali pengikat pelana.”

Al-Baji mengatakan: Pernyataannya ”Aqiqah disunnahkan walaupun hanya dengan seekor burung pipit”, Ibnu Habib mengatakan, “Maksudnya bukan aqiqah sah dilakukan dengan menyembelih seekor burung pipit.  Maksudnya adalah bahwa aqiqah benar-benar dianjurkan dan jangan sampai ditinggalkan, walaupun dari segi finansialnya kurang mampu.”

Ibnu Abdul Hakam meriwayatkan dari Malik bahwasanya tidak boleh melakukan aqiqah dengan menyembelih burung atau binatang liar. Penjelasannya: aqiqah adalah ritual penyembelihan hewan yang untuk mendekatkan diri kepada Allah. Oleh karena itu, tidak layak selain dengan hewan ternak. Persis seperti qurban dan hadyi.

Mayoritas ulama bisa berargumentasi dengan sabda Nabi Shallallahu’alayhi wa Sallam,

Seorang anak terkait dengan aqiqah. Tumpahkanlah darah untuknya.

Tidak menyebutkan darah apa yang menjadi maksudnya, sehingga hewan apa pun yang untuk aqiqah si bayi hukumnya sah.

Bisa juga mayoritas ulama berdalih dalam memperbolehkan menyembelih sapi dan unta dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam,

Barang siapa yang mendapat anak lalu ingin melakukan ritual penyembelihan hewan untuk anaknya, silakan melakukannya.

Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menamakannya dengan sebutan nusuk yang kandungan maknanya mencakup unta, sapi dan kambing.

A-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, Mayoritas ulama juga memperbolehkan unta dan sapi. Tentang hal ini, terdapat hadis yang di riwayatkan oleh ath Thabrani dan Abusy Syaikh dari Anas yang diriwayatkan secara marfu,

Diaqiqahi dengan unta, sapi dan kambing.”

Al-Hafizh tidak mengkomentari hadis ini sedikit pun.

Dalil lain untuk mayoritas ulama adalah hadis yang diriwayatkan dari Anas radhiyallahu’anhu:

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang mendapat anak, hendaknya mengaqiqahinya dengan unta, sapi atau kambing.”

Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab Al-Mujam ash-Shaghir dengan sanad yang dhaif Diriwayatkan juga olah Ibnu Hibban dalam kitab Al-Adhahi dengan sanad yang hasan seperti yang dikemukakan oleh al-Iraqi. Al-Haitsami berkomentar, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrint dalam kitab Al-Mu’jam ash-Shaghur. Dalam sanadnya terdapat seorang pendusta.” At-Tahawuni mengisyaratkan bahwa hadis ini dhaif.

Dalam argumentasi mayoritas ulama, mungkin yang paling tepat adalah menganalogikan aqiqah pada qurban dan hadyi seperti pendapat kebanyakan ulama lainnya. Imam Malik mengatakan, “Aqiqah kedudukannya sama dengan nusuk dan qurban.” Imam an-Nawawi, Ibnu Qudamah dan lain-lain juga mengemukakan hal yang sama.

Demikian juga dinukilkan dari sekelompok ulama salaf tentang bolehnya aqiqah dengan unta dan sapi.

Dari Qatadah, bahwasanya Anas bin Malik radliyallahu’anhu mengaqiqahi anak-anaknya dengan unta. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani. Para perawinya adalah para perawi kitab Ash-Shahih. Hal ini dikemukakan olah al-Haitsami.

Dari Abu Bakrah, bahwasanya dia menyembelih seekor unta untuk aqiqah putranya, Abdurrahman, dan membagi-bagikannya kepada penduduk Bashrah.

Pernyataan Ibnu Hazm bahwa penyebutan kambing dalam hadis-hadis tentang aqiqah berarti aqiqah tidak boleh dilaksanakan dengan menyembelih unta atau sapi, tidak bisa diterima. Sebab, hadis-hadis tersebut tidak membatasi aqiqah hanya dengan kambing saja. Itu disebutkan hanya sekadar contoh. Karena, menyembelih kambing jauh lebih mudah, murah dan ringan dibandingkan dengan menyembelih sapi atau unta. Selain itu, menyembelih kambing lebih biasa dilakukan daripada menyembelih sapi atau unta.

Asy-Syaukani mengatakan,

Jelas bahwa penyebutan kambing saja tidak meniadakan bolehnya hewan lain.” Ini dari satu sisi. Sementara dari sisi yang lain, kita tidak dapat menerima pernyataan bahwa lafal (arab) hanya khusus untuk kambing, biri-biri dan domba saja. Memang secara umum arti itulah yang dominan. Tapi secara terminologis, lafal tersebut juga mengartikannya sapi dan lain-lain. Ibnu Manzhur mengatakan, “(syaatun) artinya seekor kambing, baik pejantan maupun betina. Bisa juga disebut demikian untuk biri-biri, domba, menjangan, sapi, unta dan keledai liar.

Kesimpulannya: aqiqah boleh dengan kambing, domba, unta atau sapi seperti yang oleh mayoritas ulama, dan tidak sah apabila dengan hewan lainnya seperti burung atau ayam.

Syarat-syarat aqiqah

Syarat kedua:

hewan aqiqah harus sehat dan tidak cacat. Ini adalah pendapat mayoritas uiama. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Dengan demikian, mayoritas ulama berpendapat bahwa cacat yang ada pada hewan aqiqah yang harus dijauhi sama dengan cacat yang terdapat pada hewan qurban.”

Cacat di sini adalah cacat fisik yang menyebabkan hewan tersebut tidak layak untuk menjadi qurban sebagaimana yang oleh banyak ulama.

Imam Malik berkata, “Aqiqah kedudukannya sama dengan nusuk dan qurban; tidak boleh buta sebelah, kurus, patah tanduknya atau sakit…”

Imam at-Tirmidzi menukilkan perkataan para ulama, “Kambing untuk aqiqah tidak sah selain kambing yang boleh untuk qurban.”

Al-Kharaqi mengatakan,

Cacat pada aqiqah yang harus menghindarinya sama dengan cacat pada qurban.” Asy-Syaikh Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam menjelaskan pernyataan al-Kharaqi ini mengatakan, “Kesimpulannya, hukum aqiqah sama dengan hukum qurban dalam masalah usia hewan. Cacat yang dilarang sama dengan cacat yang dilarang pada hewan qurban. Ciri-ciri yang dianjurkan sama dengan ciri-ciri yang dianjurkan pada hewan qurban.”

Aisyah radhiyallahu’anha pernah mengatakan, “Bawakan ke mari kambing yang bermata tajam dan bertanduk panjang.” Atha’ mengatakan, “Pejantan lebih aku sukai daripada betina, dan domba lebih aku sukai daripada biri-biri.” Maka, usia domba tidak boleh kurang dari dua tahun, dan biri-biri tidak boleh kurang dari tiga tahun. Tidak boleh buta sebelah matanya yang jelas butanya, tidak boleh timpang kakinya yang jelas timpangnya, tidak boleh sakit yang jelas sakitnya, kurus-kering, bertanduk dan telinga pendek atau terpotong lebih dari setengahnya. Makruh hukumnya untuk hewan yang berdaun telinga sobek memanjang, berlobang, teriris dari bagian depan atau belakang. Pilihlah hewan yang bermata dan berdaun telinga lengkap seperti yang kami sebutkan pada hewan qurban. Sebab hewan aqiqah sama persis dengan hewan qurban.”

Abu Ishaq asy Syirazi mengatakan,

“Tidak boleh selain yang sehat dan tidak cacat. Sebab, penyembelihan ini atas dasar syariat. Sehingga, perlu adanya syarat-syarat seperti yang kami sebutkan pada hewan qurban.”4o

Berdasarkan hal ini, pada aqiqah tidak boleh hewan yang timpang kakinya yang jelas timpangnya, buta sebelah mata yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, kurus kering, buta, patah tanduknya, dan lumpuh. Cacat-cacat ini ada dalam hadis al-Bara’ bin ‘Azib yang menjelaskan tentang ciri-ciri hewan qurban. Dalam hadis tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda,

Empat hal yang tidak boleh terdapat pada hewan qurban: buta sebelah mata yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, timpang kaki yang jelas timpangnya dan kurus-kering sampai tidak bisa berdiri.”

Si perawi (yaitu perawi dari al-Bara’ bin ‘Azib, Ubaid bin Fairuz) berkata, “Aku tidak suka hewan yang belum cukup umur.” Al-Bara’ menjawab, “Tinggalkan apa yang tidak engkau sukai. Tapi, jangan mengharamkannya unuk orang lain.” riwayatnya oleh para penulis empat kitab As-Sunan. At Tirmidzi berkomentar, “Hadis ini hasan shahih dan menjadi dasar amalan menurut para ulama.” Sahih juga oleh al-Albani. (arab) artinya hewan yang tidak bisa bangkit atau berdiri karena terlalu kurus.

Hewan aqiqah-sama seperti hewan qurban-tidak boleh memiliki cacat yang lebih parah dari apa yang disebutkan dalam hadis al-Bara’ di atas.

Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, “Keempat cacat yang tercantum dalam hadis sudah disepakati bersama. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Kita tahu bahwa cacat fisik lain yang mirip dengannya juga termasuk dalam kategori tersebut. Khususnya, apabila cacat tersebut lebih parah. Bukankah kalau buta sebelah mata tidak diperbolehkan, artinya hewan yang buta kedua matanya lebih tidak diperbolehkan? Kalau yang timpang kakinya tidak diperbolehkan, maka yang tidak berkaki atau lumpuh sama sekali lebih tidak diperbolehkan? Ini semua sudah jelas dan tidak terbantahkan.”

Aqiqah adalah sarana seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karenanya, hewan aqiqah harus sehat, tidak cacat, gemuk dan baik. Sebab, Allah itu baik dan tidak menerima selain yang baik.

Ibnu Hazm mengemukakan pendapat yang kontradiktif dengan pendapat mayoritas ulama.

Dia memperbolehkan hewan yang cacat dan tidak mensyaratkan keselamatan hewan tersebut dari cacat. Walaupun demikian, dia tetap menganggap bahwa yang terbaik adalah hewan yang sehat dan tidak cacat. Dia katakan, “Hewan cacat boleh , baik boleh untuk qurban maupun yang tidak boleh.Tapi hewan yang sehat lebih baik.”

Asy-Syaukani menyetujui pendapat Ibnu Hazm tentang tidak adanya persyaratan yang sama dengan syarat-syarat hewan qurban pada aqiqah. Dia katakan, “Apakah syarat-syarat yang perlu untuk aqiqah sama dengan syarat-syarat qurban? Ada dua pendapat di kalangan para ulama penganut mazhab Syafi’i. Menyebutkan ‘dua ekor kambing’ tanpa kaitan apa pun menjadi sebagai dalil tidak adanya syarat tersebut. Ini adalah pendapat yang benar. Tetapi, bukan karena keumuman yang terdapat dalam kalimat di atas, melainkan karena tidak ada dalil yang mengarahkan kepada syarat-syarat dan cacat pada hewan qurban. Karena, itu termasuk dalam kategori hukum syariat yang hanya bisa tetap dengan dalil.”

Pendapat mayoritas ulama lebih tepat dan lebih kuat. Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengatakan, “Bawakan ke mari kambing yang bermata tajam dan bertanduk panjang.

syarat-syarat aqiqah

Syarat ketiga:

Usia hewan aqiqah harus sudah cukup. Sama seperti usia pada hewan qurban. Kambing hanya sebagai hewan aqiqah apabila berusia minimal satu tahun. Pada sapi minimal dua tahun, dan pada unta minimal lima tahun. Pendapat ini berdasar pada pendapat penyamaan antara aqiqah dengan qurban. Pendapat ini dikemukakan oleh mayoritas ulama.

Al-Khallal dalam kitab Al-Jami’ menukilkan bahwa Imam Ahmad berkata, “Pada sabda Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam,

“Barang siapa yang mendapatkan anak, lalu ingin menyembelihkan hewan untuknya, silakan dilakukan.”

Maka, hadis ini merupakan dalil bahwa hewan yang boleh pada aqiqah adalah hewan yang boleh untuk ritual penyembelihan, baik berupa qurban, hadyi dan lain sebagainya. Juga karena ritual ini disyariatkan, baik sebagai sembelihan wajib atau sunnah. Sehingga, harus sesuai dengan pelaksanaan hadyi dan qurban dalam membagi-bagikan dagingnya, mengkonsumsinya dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengannya.

Oleh karena itu, sangat perlu untuk faktor usia. Juga karena aqiqah disyariatkan dengan disertai sifat kelengkapan dan kesempurnaan. Oleh karena itu, yang menjadi syariat untuk anak laki-laki dua ekor kambing. Pada kedua kambing ini syariatnya harus sama, tidak kurang satu sama lain. Maka untuk melengkapi kesempurnaan tersebut, usianya juga harus sesuai dengan usia ritual penyembelihan hewan lainnya. Oleh karena itu, pada hewan aqiqah terdapat hukum-hukum yang sama dengan hukum-hukum ritual penyembelihan lainnya.

Al-Mawardi berkata, Pada aqiqah, sama seperti hewan-hewan sembelihan lainnya.

Untuk domba harus berusia minimal dua tahun, dan untuk kambing harus berusia minimal tiga tahun. Apabila beralih dari kambing kepada unta dan sapi, maka lebih tua usianya lebih baik. Apabila melaksanakan aqiqah dengan domba di bawah usia dua tahun dan kambing di bawah usia tiga tahun, maka dalam sunnah pelaksanaan aqiqah ada dua pendapat.

Pertama,

bukan merupakan pelaksanaan aqiqah karena memandang pada pelaksanaan qurban. Sembelihannya hanya menjadi sembelihan untuk memperoleh daging, bukan aqiqah. Karena, aqiqah dan qurban sama-sama memiliki syarat cukup usia. Syariat telah menetapkan usia salah satunya. Sehingga, usia tersebut harus ada pada kedua amalan ini. Dengan demikian, apabila seseorang menentukan aqiqah pada kambing dan mewajibkannya, maka itu menjadi wajib baginya. Sama seperti qurban. Dia tidak boleh menggantinya dengan hewan lain. Dia juga wajib bersedekah dengan daging segar hewan tersebut kepada fakir-miskin. Tidak hanya membaginya kepada orang-orang yang berkecukupan.

Kedua,

tetap sebagai pelaksanaan aqiqah walaupun usianya bawah usia qurban. Sebab, qurban lebih kuat daripada aqiqah adanya kaitan dengan pendapatan dalam satu tahun. Oleh karena itu, lebih menekankan usia hewan qurban ketimbang dengan hewan aqiqah.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi mengatakan, “Kesimpulannya, hukum usia hewan aqiqah sama dengan hukum hewan qurban.”

Ibnu Rusyd al-Qurthubi mengatakan, “Tentang usia dan ciri-ciri hewan untuk ritual sembelihan ini, sama dengan usia dan ciri-ciri hewan qurban.”

Imam an-Nawawi mengatakan, “Hewan yang boleh untuk aqiqah adalah hewan yang boleh untuk qurban. Maka, tidak boleh selain domba usia dua tahun atau kambing usia tiga tahun keatas, unta dan sapi. Inilah pendapat yang benar dan merupakan keputusan mayoritas ulama. Ada pendapat lain yang oleh al-Mawardi dan lain-lain bahwa boleh juga untuk domba yang usianya kurang dua tahun dan kambing yang usianya kurang dari tiga tahun. Tetapi, pendapat pertama lebih tepat.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar mentarjih pendapat yang terpilih oleh an-Nawawi dengan mengatakan, “Beliau mengambil kesimpulan dari lafal ‘satu ekor kambing’ dan ‘dua ekor kambing’ bahwa syarat-syarat untuk hewan aqiqah sama dengan syarat-syarat untuk hewan qurban. Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan para ulama penganut mazhab Syafi’i. Yang paling benar adalah adanya syarat tersebut. Ini kesimpulannya melalui analogi, bukan dalil tesktual.”

Ibnul Haj al-Maliki mengatakan, “Hukumnya sama dengan hukum hewan qurban dalam hal usia dan tidak cacat.”

Ibnul Habib, salah seorang ulama penganut mazhab Maliki mengatakan, “Usia, tidak cacat dan larangan untuk menjual bagian mana pun dari hewan aqiqah sama seperti hewan qurban. Hukumnya satu.

Menikmati Anugerah Bagian 2, Memilih Alat Gendongan

Menikmati Anugerah Bagian 2, Memilih Alat Gendongan

Kelahiran – Semakin hari tentunya ayah dan Bunda semakin meningkat rasa cinta setiap kali melihat si buah hati yang merupakan anugerah terindah.

Ada banyak model alat gendongan yang bisa Anda temui ketika masuk ke toko perlengkapan bayi.

  1. Pilih lebih dari satu. Satu jenis untuk gendongan santai di rumah, satu lagi untuk menggendong di saat sibuk dengan model yang berbeda.
  2. Pilih bahan yang lembut, elastis dan mungkin melengkapinya dengan busa atau bantalan tipis. Jenis ini selain berfungsi memawa bayi juga tempat tidur alternatif sebelum ia tidur di kasurnya.
  3. Pilih yang ukurannya pas dengan ukuran anda dan bayi. Bayi nyaman dengan ukuran itu dan anda tidak terganggu.
  4.  Pilih yang praktis, kuat, dan mudah memakainya.
  • REVIEW Penelitian tentang Gendongan

Alat GendonganSekelompok ahli perawatan bayi di amerika selatan membuat penemuan orisinal. beberapa rumah sakit tidak dapat mengusahakan inkubator dan semua teknologi  untuk merawat bayi-bayi prematur. Mereka terpaksa menggunakan ibu bayi. Bayi-bayi itu terbungkus pada ibu mereka dalam bungkusan yang mirip dengan selempang bayi. Dan, betapa mengagumkan, bagi setiap orang, bayi dapat tumbuh sebaik, atau bahkan lebih baik daripada dengan peralatan untuk merawat bayi yang berteknologi tinggi.

Demikian ungkapan William Sears, 2007.

  • ANDA PERLU TAHU Manfaat kelekatan selain psikologis

Kedekatan dengan ibu membantu bayi untuk tumbuh. Dekat dengan ibu akan menarik bayi untuk lebih sering menyusu. Kehangatan ibu menjaga bayi tetap hangat, dan gerakan ibu menenangkan bayi, sehingga bayi bisa mengalihkan tenaganya untuk menangis ke proses pertumbuhan. Gerakan dan tarikan napas ibu menstimulasi bayi untuk bernapas sehingga bayi-bayi ini jarang mengalami keadaan tak bernapas sesaat atau apnea. Ibu berperan sebagai pengatur irama napas bayi.

  • WARNING Bayi yang tidak digendong

Bayi yang tidak mengalami kedekatan yang kuat dengan ibunya, bagai sebuah benda yang hanya menghabiskan waktu dengan berbaring di boksnya. Ia seperti piaraan yang hanya diperhatikan ketika makan, kemudian terpisah lagi dari ibunya.

  1. Bayi tanpa kehadiran ibunya berpeluang mengembangkan pola-pola tingkah laku yang tidak teratur; seperti mulas, rewel, gerakannya tersentak-sentak, menggoyangkan diri sendiri secara tidak teratur, mengisap ibu jari dengan cemas, napas tidak teratur, dan tidur tidak nyenyak.
  2. Ia untuk mengatur dirinya sendiri sebelum waktunya, membuang-buang banyak energi berharganya hanya untuk menenangkan diri yang sesungguhnya dapat digunakan untuk tumbuh dan berkembang.
  3. Tingkah laku yang rewel dan tidak teratur adalah gejala-gejala menarik diri. Ia menunjukkan lebih banyak kecemasan dan tingkah laku tidak terorganisasi pada saat ia terpisah dari ibunya. Ketidak hadiran ibu, seperti selama menggendong, memberi pengaruh penting untuk pengaturan diri bayi.
  • AGENDA Optimalkan terapi untuk kecerdasan bayi

Sudah dua hari bayi anda mendapat terapi audio. Sekarang gantilah kaset atau file yang selalu anda putar, dengan bunyi-bunyian yang baru. Perkenalkan dengan instrumental yang baru jika anda memutar musik instrumental. Atau, perkenalkan surat dan ayat yang baru jika anda memutarkan tilawatil Qur’an.

[Yazid Subakti]

Hari Ketiga, Menikmati Anugerah – Bagian 1

Hari Ketiga, Menikmati Anugerah – Bagian 1

Kelahiran – Semakin hari tentunya ayah dan Bunda semakin meningkat rasa cinta setiap kali melihat si buah hati yang merupakan anugerah terindah.

A. Bayi

  • Si kecil sudah beberapa kali mandi sehingga lapisan lanugo di kulitnya semakin menghilang dari tubuhnya.
  • Matanya mulai terbuka, makin lebar dan ia mencoba menggerak-gerakkan bola matanya.
  • Kedua tangan tampak masih menggenggam.
  • Bila anda melihat pahanya selalu ingin membuka dan seperti kaki katak yang terbaring, itu adalah wajar karena di dalam rahim memang ia bebas melakukannya.

Orang tua anda mungkin memaksa membalutkan kain (bedong) untuk meluruskan kakinya. Sesungguhnya, tidak ada alasan ilmiah memaksa kaki bayi untuk lurus. Postur betis yang bengkok adalah normal pada bayi di awal kehidupannya.

B. Anda

Apakah anda mengalami susah buang air kecil sejak kemarin sampai hari ini?

Susah buang air kecil setelah persalinan sering terjadi. Ini karena pembengkakan jaringan di sekitar kandung kemih dan saluran kemih. Risiko ini meningkat terutama bila ukuran janin anda besar sehingga menyulitkan proses kelahiran, atau Anda sempat menggunakan bius epidural.
Tetapi anda tidak perlu mencemaskan keadaan ini. Agar lancar buang air kecil, lakukan relaksasi pada otot-otot Anda dengan cara bernapas pelan-pelan ketika sedang berada di toilet (jangan memaksa dengan mengejan keras-keras). Bersamaan dengan itu, basuh pula area sekitar bawah perut dan kemaluan dengan air hangat. Jangan lupa banyak minum (air atau minuman sehat lain) dan mengkonsumsi sayuran.

C. Contoh Menu satu hari Ibu menyusui (0 – 6 bulan)

Atur sedemikian rupa menu makan anda. Menu ibu menyusui sebaiknya tinggi kalori tanpa melupakan sayuran dan buah-buahan segar.

Berikut adalah contoh menu untuk sehari, dan anda dapat mengganti makanan sejenis untuk hari lainnya:

anugerah

D. Manfaat ASI Bagi Bayi secara immunologi

  • ASI mengandung zat anti infeksi. Selama dalam kandungan bayi mendapatkan zat pelindung dari ibunya melalui plasenta. Setelah lahir, mendapatzat pelindung dari ASI. Zat protektif seperti makrofag, limfosit, laktoferin, imunoglobulin, dan laktobasilus bifidus. dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi karena bakteri, virus, ataupun jamur.
  • Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. collii dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
  • Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
  • Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.
  • Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
  • Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

 E. Menggendong bayi

  1. Mengapa menggendong?

  • berat badan naik lebih cepat. Riset memperlihatkan bahwa bayi yang “rahimnya” bergerak memperoleh berat badan lebih cepat. Seluruh sistem biologis bayi tampak bekerja lebih baik saat menggendongnya.
  • Lebih sedikit mengalami apnea (yaitu terhentinya napas secara tiba-tiba).
  • Untuki pertumbuhan yang lebih baik. Gerak memberi efek penenang bagi bayi. Mereka menjadi jarang menangis sehingga dapat mengalihkan energi yang mungkin terbuang karena menangis ke pertumbuhan fisiknya.
  • Alasan lain bahwa menggendong bayi dapat merangsang pertumbuhannya adalah karena kedekatan juga dapat meningkatkan frekuensi makan. Makan yang berulang-ulang atau sering adalah stimulus potensial untuk pertumbuhan.
  • Bayi yang digendong dapat menaikkan hormon-hormon pertumbuhan dan  enszim-enzim tubuh untuk meningkatkan pertumbuhan. Hal ini terbukti dalam percobaan dengan menggunakan hewan. Saya yakin bahwa sebagai tambahan terhadap  efek meningkatkan pertumbuhan, menggendong bayi dapat membantu pertumbuhannya  karena adanya efek pengorganisasian pada bayi.
  • Bayi yang digendong menjadi lebih teratur. Selama sembilan bulan pertama, lingkungan rahim mengatur sistem tubuh bayi secara otomatis. Begitu terlahir, segalanya menjadi berubah. Menggendong bayi berarti menyediakan sistem pengaturan baru yang menyeimbangkan ketidakteraturan bayi.
  1. Manfaat langsung dari gendongan

  • Meningkatkan rasa bahagia. Bayi-bayi merasa puas saat digendong. Bayi-bayi ini lebih bahagia karena  keinginan untuk menangis berkurang. Keluarga juga lebih bahagia karena akhirnya ada jalan keluar untuk  mengurangi tangisan bayi-bayi yang rewel.  Stimulasi vestibular (misalnya menggoyang-goyangkan badan),  adalah penenang dan penghenti  tangis yang terbaik.
  • Bayi lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan lahir. Karena gendongan menyerupai keadaan rahim sedekat mungkin, ini memenuhi gaya pengasuhan  yang telah diantisipasi bayi  dan membantu bayi-bayi ini untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian yang benar ini mengurangi keinginan  bayi untuk rewel.
  • Bayi yang digendong terdorong untuk belajar. Ia memperlihatkan kewaspadaan visual dan pendengaran selama dalam gendongan. Dalam gendongan model kangguru,  bayi memiliki rentang pandangan 180 derajat  terhadap lingkungannya dan dapat memindai dunia di sekelilingnya. Ia belajar memilih, mengambil yang diinginkannya, dan membuang yang tidak diinginkan.  Kemampuan untuk  membuat pilihan-pilihan  ini meningkatkan kemampuannya untuk belajar.
  • Bayi yang digendong lebih terlibat dalam dunia orang yang menggendongnya. Bayi melihat apa yang ayah dan ibu lihat;  mendengar apa yang mereka dengar, dan dalam beberapa hal merasakan apa yang mereka rasakan.
  • Bayi merasa dihargai. Gendongan dapat bermakna bahwa anda telah memanusiakan bayi. Bayi-bayi yang digendong menjadi lebih sadar akan wajah-wajah, ritme langkah kaki, dan aroma tubuh orang tuanya. Ia merasa bahwa dirinya berharga karena dilibatkan dalam ritme ini.

  • Meningkatkan perkembangan kognitif. Pengalaman lingkungan menstimulasi saraf-saraf untuk berkembang dan berhubungan dengan saraf lainnya.  Dengan menggendong,  perkembangan otak bayi terbantu dalam membuat koneksi yang baik.  Bayi begitu intim berpartisipasi dalam  apa yang sedang dikerjakan oleh ibu , sehingga perkembangan otaknya menyimpan beribu-ribu
  • pengasuhan yang penuh kasih sayang tercipta. Ketika seorang ibu menggendong bayinya  beberapa jam sehari,  ia akan terbiasa bersama bayi, dan bayi juga terbiasa dengan ibunya.  .
  • Mendapat harmoni dan sinergi. Bayi memberi isyarat, dan ibu  mempelajari respon terbaik untuk itu.  Setelah Latihan interaksi isyarat-respon ini terjadi ratusan kali,  anda dan bayi menjadi amat selaras dalam banyak hal. Bayi lebih mudah bekerjasama dengan anda.
  • Mengurangi depresi pasca persalinan. Depresi pasca persalinan jarang terjadi pada ibu-ibu yang menggendong bayinya. Stimulasi hormonal yang menenangkan anda dan penurunan tangis bayi membuat anda lebih rileks. Bayi yang digendong menjadi tidak terlalu rewel sehingga ibu merasa percaya diri, tidak begitu tegang, dan karenanya tidak depresi.

Hidup anda yang sibuk menjadi mudah dengan menggendong bayi. Ia bersama anda ke mana-mana. Ini lebih memudahkan daripada ia ditinggal di pangkuan pengasuh dan anda harus bolak-balik keluar kantor untuk menjumpainya, atau ertahan di kantor dengan rasa cemas.

Minggu Keduabelas, Siapkan Pakaian Istimewa

Minggu Keduabelas, Siapkan Pakaian Istimewa

Kehamilan – Berikut hal yang perlu Bunda persiapkan pada minggu keduabelas masa kehamilan, diantaranya adalah, siapkan pakaian istimewa untuk si kecil nantinya.

Ukuran: Berat janin sekitar 0,3 sampai 0,5 ons (8 sampai 14 gram) dan panjangnya dari kepala sampai pantat hampir 2,5 inch (61 mm).

Perkembangan: Mungkin sudah Anda bisa mendengar detak jantung bayi Anda dengan alat doppler. Sistem rangka memusatkan pada pembentukan tulang (osifikasi) pada sebagian besar tulang. Beberapa helai rambut mulai tampak di tubuh.

Sistem saraf janin berkembang lebih jauh menuju sempurna. Ia bisa mengedipkan mata, membuka mulut dan menggerakkan jari tangan atau kakinya.

  • Bagaimana Kondisi Anda?

kelahiran bayiRahim Anda sekarang memiliki dinding yang tipis, mengandung banyak otot untuk menjaga janin di dalamnya. Selama masa kehamilan, pertumbuhan bayi dan placenta melebarkan dan menipiskan dinding rahim. Kapasitas rahim meningkat 500 sampai 1000 kali selama kehamilan.

Morning sickness mulai membaik dan tidak kambuh lagi meskipun Anda tidak pernah bermaksud mencegahnya. Kadang perbesaran payudara terasa sakit seperti pembengkakan. Bagian pinggul, kaki dan pinggang juga mulai mengalami penambahan usuran pembesaran beberapa ons.

  • Asupan Gizi

Kondisi paling kritis ketika Anda mengalami emesis adalah dehidrasi. Secara kasat mata sulit untuk mengetahui dehidrasi atau tidak. Biasanya dehidrasi muncul dengan tanda seperti kurang konsentrasi, pusing, pucat, atau merasa sangat lemas. Mata terlihat lebih cekung, dan suhu badan terasa meningkat.

Selain dengan banyak minum (sering minum dalam porsi kecil), Anda juga dapat mengambil cairan dengan banyak makan buah-buahan segar untuk mengimbangi cairan tubuh. Buah-buahan seperti jeruk, melon, semangka, jambu air dan pir banyak mengandung air. Campuran beberapa buah seperti rujak buah (jangan terlalu pedas) adalah sumber air juga.

  • Mengenal lebih jauh

1. Stretch Mark

Karena pengaruh hormon, terbentuklah semacam garis-garis pemekaran pada kulit dan jaringan di bawahnya. Anda akan menemukan garis-garis pada tepi luar perut, payudara, dan pinggul atau pantat yang terasa gatal atau tidak terasa sama sekali. Setelah kelahiran, tanda ini akan semakin pudar dan warna kulit menjadi sama dengan kulit Anda meskipun tidak hilang sama sekali. Bila digaruk maka tanda ini akan terluka dan menetap karena terbentuk cicatrix (jaringan fascet)

2. Linea Nigra dan Kloasma

Linea Nigra adalah sebutan untuk garis berwarna kehitaman di sepanjang bagian tengah permukaan perut karena pengaruh hormon. Garis ini begitu nyata terutama ketika kehamilan anda mulai membesar dan tidak mengganggu kesehatan anda.

Kloasma atau topeng kehamilan adalah bercak (flek) berwarna kecoklatan dengan ukuran yang beragam. Bagian tubuh yang sering muncul kloasma adalah wajah dan leher. Anda tidak perlu cemas kloasma ini tidak membuat kesehatan anda terganggu.

Tahukah Anda ?

Keajaiban plasenta

Anda dan bayi Anda dihubungan oleh saluran yang disebut plasenta. Plasenta ini tersusun atas sel-sel dan jaringan yang rumit sehingga memungkinkan fungsinya untuk memberikan jaminan kehidupan bagi bayi. Meskipun nampak sederhana, hanya berupa gumpalan lunak berwarna merah kecoklatan yang teronggok, plasenta ini telah mengantarkan sejarah pembentukan manusia. Kami, Anda, Albert Einstein, Izaac Newton, Bill gates, dan semua orang besar ataupun kecil mendapat jasa dari plasenta.

Dalam rahim pasenta dengan setia mengantarkan oksigen, makanan, darah, membuang racun, membuat hormon, dan memberi peringatan jika ada bahaya. Jadi, plasenta berfungsi sebagai ginjal, hati, jantung, paru, dan lain-lain bagi janin.

Agenda minggu ini :

  • Minimal sediakan 3 celana dalam kering dan bersih setiap harinya. Anda semakin sering keluar cairan pada minggu ini.
  • Sediakan bra yang lebih besar karena Anda ini adalah saat-saat Anda merasakan perbesaran dan penegangan.
  • Beberapa lotion atau obat gosok ringan dapat Anda sediakan karena Anda sering merasakan gatal-gatal

 

[Yazid Subakti]

Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 3

Nikah – Ada sepuluh syarat demi keabsahan sebuah pernikahan, sebagian sudah menjadi kesepakatan para ulama dan sebagiannya lagi masih menjadi perselisihan. Berikut syarat-syarat sahnya pernikahan tersebut:

  1. Objek cabang
  2. Mengekalkan shighat akad
  3. Persaksian
  4. Ridha dan ikhtiyar (memilih)
  5. Menentukan pasangan
  6. Tidak sedang ihram haji dan umrah
  7. Harus dengan mahar
  8. Tidak bersepakat untuk saling merahasiakan
  9. Hendaknya salah satu atau keduanya tidak sedang mengidap penyakit yang mengkhawatirkan
  10. Wali

Berikut adalah penjelasan lanjutan dari artikel sebelumnya ‘Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 2

syarat-syarat sahnya pernikahan

9. Salah Satu Dari Kedua Mempelai Tidak Sedang Menderita Penyakit yang Mengkhawatirkan

Ini merupakan syarat menurut Malikiah. Menurut pendapat yang masyhur, tidaklah sah nikah lelaki atau perempuan yang sakit membahayakan diri mereka. Maksud dari penyakit membahayakan adalah penyakit yang biasanya berakhir pada kematian. Jika hal itu terjadi maka pernikahan  menjadi batal sekalipun setelah terjadi persenggamaan, kecuali jika orang yang sakit tersebut sembuh sebelum pernikahannya batal. Jika belum terjadi persenggamaan maka si perempuan tidak berhak mendapatkan mahar.

Akan tetapi, jika telah terjadi persenggamaan maka si perempuan berhak mendapatkan mahar yang telah disebutkan. Jika salah satu dari mereka berdua meninggal dunia sebelum batal, sekalipun setelah terjadi persenggamaan, maka pihak lainnya tidak mewarisinya. Karena sebab rusaknya adalah memasukkan ahli waris dalam surat wasiat yang tidak ada sebelum sebelum sakit.

Akan tetapi, jika suami meninggal dunia sebelum pernikahan batal dan setelah terjadi persenggamaan, maka si istri mendapat lebih sedikit dari sepertiga tirkah, mahar yang disebut dan mahar mitsli. Karena pernikahan dalam penyakit yang membahayakan merupakan bentuk pemberian. Pemberian orang yang menderita penyakit yang dapat menyebabkan kematian tidak ditunaikan melainkan dari sepertiga hartanya.

10. Kehadiran Wali

Ini merupakan syarat menurut jumhur ulama, selain Hanafiah. Akad nikah tidak sah kecuali dengan kehadiran seorang wali. Sebagaimana firman Allah SWT yang arti nya, “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya.” (al-Baqarah: 232).lmam Syafi’i berkata, “lni merupakan ayat yang paling jelas menerangkan tentang pentingnya wali, jika tidak demikian maka tidak ada artinya lagi para wali menghalangi perkawinan.” Juga karena sabda Nabi saw.

Tidak ada pernikahan melainkan seorang wali.

Hadits tersebut mengandung pengertian bahwa pernikahan tanpa wali, tidak sah oleh syariat. Hal itu diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan Aisyah,

Seorang perempuan yang dinikahi tanpa izin walinya maka pernikahan tersebut  batil, batil,batil. Jika sang suami telah bersenggama dengannya maka perempuan tersebut berhak mendapatkan mahar karena untuk menghalalkan kemaluannya. Jika terjadi perselisihan maka pemimpinlah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali.

Hadits yang pertama tidak boleh memahami bahwa pernikahan tanpa wali itu sekadar kurang sempurna. Sebab sabda Nabi saw. harus memahaminya sebagai hakikat syariat, yang berarti bahwa tidak ada pernikahan di dalam syariat melainkan dengan seorang wali. Sedangkan dari hadits yang kedua tidak dapat memahami bahwa pernikahan sah hanya dengan izin wali, karena hal itu sudah umum. Juga tidak dapat dipahami, karena pada umumnya perempuan menikahkan dirinya sendiri tanpa izin walinya.

Hal itu diperkuat oleh hadits yang ketiga yaitu sabda Nabi saw. yang berbunyi,

Seorang perempuan tidak dapat menikahkan perempuan, juga tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.

Hadits di atas menunjukkan bahwasanya perempuan tidak mempunyai hak wali untuk menikahkan dirinya dan perempuan lain. Di dalam pernikahan, dia tidak mempunyai hak untuk mengucapkan kalimat ijab dan qabul. Dia tidak dapat menikahkan dirinya sendiri dengan seizin wali, pun juga tidak dapat menikahkan perempuan lain. Dia tidak dapat menikahkan perempuan lain secara hak kewalian maupun wakil. Demikian juga dia tidak dapat menikahkan dirinya sendiri dengan hak kewalian maupun wakil.

Kesimpulannya: jumhur ulama berkata bahwa pernikahan tidak terlaksana dengan ungkapan dari kalangan perempuan. Jika ada seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri atau menikahkan orang ain, atau mewakilkan hak kewalian atas dirinya kepada orang lain untuk menikahkannya sekalipun dengan seizin walinya maka pernikahannya tidaklah sah. Itu karena syarat akad nikah belum terpenuhi, yaitu keberadaan seorang wali.

Sedangkan ulama Hanafiah berkata, sebagaimana riwayat yang jelas dari Abu Hanifah dan Abu Yusuf, “Bagi perempuan berakal yang telah baligh boleh menikahkan dirinya sendiri dan putrinya yang masih kecil. Juga boleh menerima hak wakil dari orang lain. Akan tetapi seandainya dia menikahkan dirinya dengan orang yang tidak selevel dengannya, maka walinya boleh menolaknya.

Teks perkataan ulama Hanafiah sebagai berikut:

“Pernikahan seorang perempuan merdeka yang berakal lagi baligh, terlaksana dengan keridhaannya, sekalipun tanpa seorang wali, baik itu gadis maupun janda. Ini menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf di dalam riwayat yang jelas. Hak kewalian itu hanya menjadi sunnah dan anjuran saja. Sedangkan menurut Muhammad, pernikahan tersebut terlaksana namun tertahan.

Dalil mereka dari Al-Qur’an adalah adanya penyandaran nikah kepada perempuan dalam tiga ayat, yaitu firman Allah SWT yang artinya, “Kemudian jika si suami menaloknya (sesudah talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.” (al-Baqarah: 230). Juga firman Allah, “Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan calon suaminya.” (al-Baqarah: 232). Ayat ini untuk para suami bukan kepada para wali, sebagaimana oleh jumhur ulama. Juga firman Allah SWT yang berarti, “Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut.” (al-Baqarah: 234) Ayat-ayat tersebut secara jelas menyatakan bahwa pernikahan seorang perempuan itu dilakukan oleh dirinya sendiri. 

Sedangkan dalil mereka dari sunnah,

Janda lebih berhak atas dirinya dari pada walinya. Sedangkan gadis ditawari, dan izinnya adalah diamnya.” (HR Muslim)

Dalam riwayat yang lain,

Janda tidak dinikahkan hingga ia ditawari. Dan gadis tidak dinikahkan hingga dimintai izin.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mengizinkan? Beliau menjawab, “Dia diam.” (HR Bukhari Muslim)

Hadits tersebut dengan jelas menyatakan bahwa hak nikah bagi wanita janda diserahkan kepada dirinya sendiri, pun juga dengan wanita gadis. Akan tetapi, melihat pada umumnya para

wanita itu malu, maka syariat mencukupkan untuk meminta izin kepadanya yang cukup untuk menunjukkan keridhaannya. Itu bukan berarti haknya untuk melangsungkan akad tercabut, karena ia mempunyai kapasitas umum dalam hal itu.

Di sana ada pendapat moderat yang dilontarkan oleh salah seorang pakar fikih dalam kalangan Syafi’iah, yang bernama Abu Tsaur, yakni dalam pernikahan harus ada ridha perempuan dan walinya sekaligus. Salah seorang dari mereka berdua tidak boleh menerima pernikahan tanpa persetuiuan dan ridha yang lainnya. Kapan pun mereka berdua ridha maka masing-masing dari mereka boleh melangsungkan akad; karena perempuan mempunyai kapasitas sempurna untuk melakukannya.

Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 2

Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 2

Nikah – Ada sepuluh syarat demi keabsahan sebuah pernikahan, sebagian sudah menjadi kesepakatan para ulama dan sebagiannya lagi masih menjadi perselisihan. Berikut syarat-syarat sahnya pernikahan tersebut:

  1. Objek cabang
  2. Mengekalkan shighat akad
  3. Persaksian
  4. Ridha dan ikhtiyar (memilih)
  5. Menentukan pasangan
  6. Tidak sedang ihram haji dan umrah
  7. Harus dengan mahar
  8. Tidak bersepakat untuk saling merahasiakan
  9. Hendaknya salah satu atau keduanya tidak sedang mengidap penyakit yang mengkhawatirkan
  10. Wali

Berikut adalah penjelasan lanjutan dari artikel sebelumnya ‘Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 1

Syarat-syarat sahnya pernikahan

4.  Ridha Kedua Belah Plhak dan Tidak Ada Paksaan

Ini merupakan syarat menurut jumhu ulama, selain Hanafiah. Pernikahan tidak sah tanpa keridhaan dua belah pihak yang melaksanakan akad. Jika salah satu pihak dari kedua belah pihak tersebut terpaksa menikah dengan ancaman bunuh, pukul keras atau penjara dalam waktu lama, maka akad tersebut rusak. Itu sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari kesalahan, lupa dan sesuatu yang mereka dipaksa melakukan.

Imam an-Nasa’i juga meriwayatkan,

Diriwayatkan dari Aisyah bahwasanya ada seorang perempuan bertamu kepadanya dan berkata, ‘Sesungguhnya ayahku telah menikahkanku dengan anak saudaranya agar dapat menaikkan status sosialnya, sedangkan saya tidak suka hal itu.’ Aisyah berkata, ‘Duduklah sampai Rasulullah datangi Kemudian Rasulullah datang, Iantas ia memberi tahu beliau perihal itu. Kemudian beliau mengutus orang untuk menemui ayahnya dan mengundangnya, Iantas keputusan diserahkan kepada perempuan tersebut. kemudian perempuan tersebut berkata, Wahai Rasulullah, engkau telah membolehkan apa yang ayahku perbuat. Akan tetapi aku ingin memberi tahu para perempuan bahwasanya dalam masalah ini seorang ayah tidak memiliki hak.

Maksudnya, tidak memiliki hak untuk memaksa menikahkan perempuan dengan orang yang tidak ia sukai. Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa keridhaan merupakan syarat sahnya pernikahan, dan paksaan dapat menghilangkan rasa ridha. Dengan demikian, akad nikah tidak sah dengan adanya paksaan. Pendapat inilah yang kuat karena saling meridhai merupakan pokok dalam semua akad, termasuk akad nikah. Keridhaan kedua mempelai diperhitungkan dalam akad nikah, seperti dalam jual-beli.

Para ulama Hanafiah berkata, hakikat ridha bukan merupakan syarat sahnya nikah. Pernikahan dan talak sah dengan paksaan dan gurauan. Karena orang yang terpaksa terseburt memang bermaksud melangsung akad nikah, akan tetapi ia tidak ridha dengan hukum yang akan menjadi konsekuensinya, itu sama halnya dengan gurauan. Gurauan tidak menghalangi sahnya pernikahan, karena sabda Nabi saw.,

Ada tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan guraunya tetap dianggap serius; nikah, talak, dan rujuk.

Akan tetapi qiyas ini bertentangan dengan kepastian yang terkandung di dalam sunah.

5. Menentukan Kedua Mempelai

Para ulama Syafi’iah dan Hanabilah menyebutkan syarat ini. Akad nikah tidaklah sah melainkan atas penentuan dua mempelai. Karena tujuan menikah adalah diri kedua mempelai tersebut, maka tidaklah sah tanpa menentukannya. Seandainya wali berkata, “Aku telah menikahkan putriku,” maka tidak sah hingga ia menyebutkan nama, sifat, atau memberi isyarat kepada putrinya tersebut.

Jika ia menyebutkan namanya atau menyifati dengan sifat yang membedakan dari lain-nya, sekiranya sifat tersebut tidak ada pada saudari-saudarinya yang lain, seperti putriku yang paling besar, yang paling kecil, atau yang tengah-tengah, atau iuga yang berkulit putih dan semisalnya. Atau memberikan isyarat kepadanya dengan berkata, “Yang ini,” maka akad nikahnya sah.

Seandainya wali menyebutkan namanya ketika mengisyaratkan kepadanya dengan nama yang bukan namanya, atau ia hanya memiliki satu orang puteri, maka akadnya iuga sah. Karena dengan isyarat tersebut, penyebutan nama tidak ada status hukumnya. Seandainya dia berkata, “Aku menikahkanmu dengan putriku Fatimah ini,” dengan menunjuk (mengisyaratkan) kepada Khadijah, maka akad tersebut sah untuk Khadijah, karena isyarat lebih kuat. Akad tanpa menentukan mempelai tetap sah, ketika si perempuan tidak mempunyai saudari.

Jika teriadi kesalahan dalam ijab dan qabul, sekiranya si wali berniat menikahkan putrinya yang besar, sedangkan mempelai lelaki berniat putri yang kecil, maka akadnya tidak sah. Karena ijab merupakan hak perempuan, sedangkan qabul dari pihak lelaki.

6. Salah Satu Mempelai Atau Wali Tidak Sedang dalam Keadaan lhram Haji Atau Umrah

akad satu orangIni merupakan syarat menurut jumhur ulama selain Hanafiah. Pernikahan tidaklah sah jika salah satu dari kedua mempelai sedang dalam keadaan ihram haji atau umrah. Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah atau menikahkan, karena sabda Nabi saw sebagaimana diriwayatkan oleh Utsman,

Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah atau menikahkan.” (HR Muslim)

Dalam riwayat yang lain, tidak boleh mengkhitbah untuk dirinya maupun orang lain. Ini merupakan larangan yang jelas bagi orang yang berihram haji atau umrah untuk menikah atau menikahkan orang lain. Larangan tersebut menunjukkan akan rusaknya hal yang dilarang. Karena ihram adalah keadaan yang memang dikhususkan untuk beribadah, sedangkan pernikahan merupakan jalan menuju kesenangan, maka bertolak belakang dengan ihram itu sendiri. Oleh karena itu, pernikahan dilarang dilakukan di tengah-tengah berihram.

Para ulama Malikiah menambahkan bahwa pernikahan dalam keadaan ihram batal sekalipun telah terjadi persenggamaan dan si perempuan melahirkan. Pembatalan pernikahan tersebut tanpa harus dengan talak.

Para ulama Hanafiah berkata, ini bukan merupakan syarat untuk sahnya akad nikah. Akad nikah boleh dilakukan di saat berihram, baik yang berihram itu suami, istri, ataupun wali. Maksudnya, orang yang berihram boleh menikah dan menikahkan. Itu dengan dalil yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwasanya Nabi saw. menikahi Maimunah binti Harits ketika beliau dalam keadaan ihram.

Pendapat pertama lebih kuat, karena ada riwayat lain dari banyak jalur yang diriwayatkan dari Maimunah sendiri bahwasanya Nabi saw. menikahinya dalam keadaan tidak berihram. Jika ada dua hadits yang bertentangan maka yang dimenangkan adalah hadits yang diriwayatkan orang banyak. Karena kesalahan satu orang itu lebih mungkin terjadi dari pada banyak orang. Hadits yang diriwayatkan dari Utsman tentang larangan bagi orang yang sedang berihram untuk menikah tersebut statusnyra sahih, dan itu yang jadi pegangan. Hadits yang diriwayatkan dari lbnu Abbas dapat ditakwilkan bahwa maksud muhrim di situ adalah di dalam tanah haram, atau di dalam bulan asyhurul hurum.

7. Pernikahan Harus dengan Mahar Menurut Ulama Malikiah

Syarat ini dan dua syarat setelah ini termasuk syarat menurut para ulama Malikiah. Yaitu pernikahan harus dengan mahar. Jika tidak menyebutnya ketika akad maka harus ketika hendak bersenggama, atau menetapkan mahar mitsli setelah persenggamaan.

Syarat menurut Malikiah adalah adanya mahar. Pernikahan tidaklah sah tanpa mahar. Akan tetapi tidak disyaratkan menyebutkanya ketika akad, hanya saja dianjurkan, karena hal itu mengandung ketenangan jiwa dan mencegah terjadinya sengketa di kemudian hari. Jika tidak menyebutkan mahar ketika akad maka pernikahannya sah. Dalam keadaan demikian, pernikahannya merupakan pernikahan tafwidh.

Pernikahan tafwidh yaitu akad nikah tanpa menyebutkan mahar pun tidak menafikkannya. Ini boleh menurut ulama Malikiah. Adapun jika seorang lelaki menikahi seorang perempuan, mereka berdua saling ridha untuk menikah tanpa mahar atau mereka berdua mensyaratkan tanpa mahar, atau menamakan sesuatu yang tidak layak sebagai mahar seperti khamr dan babi, maka akadnya tidak sah, dan wajib batal sebelum terjadi persenggamahan. Jika telah terjadi persenggamaan maka akad tersebut tetap sah, dan si istri berhak mendapatkan mahar mitsli. Maksudnya, jika terjadi persenggamaan dari pernikahan yang tidak menyertai mahar itu bukan nikah tafwidh, akan tetapi nikah yang rusak (tidak sah).

Jumhur ulama berkatata tidaklah rusak akan nikah tanpa mahar, atau menamakan sesuatu yang tidak layak sebagai mahar. Karena mahar bukan merupakan rukun dalam akad, pun bukan juga syarat. Akan tetapi mahar merupakan salah satu hukum dari hularm-hukum akad. Kerusakan pada mahar tidak akan berpengaruh pada akad. Ini adalah pendapat yang kuat. Karena, jika mahar itu merupakan syarat dalam akad maka pastilah wajib menyebutkannya ketika akad. Padahal mahar tidak wajib ketika akad, akan tetapi wajib menyebutkan mahar mitsli.

8. Tidak Adanya Kesepakatan Suami dengan Para Saksi Untuk Menyembunyikan Pernikahan

Ini merupakan syarat juga menurut ulama Malikiah. Jika terjadi kesepakatan antara suami dan para saksi untuk menyembunyikan pernikahan dari khalayak manusia atau dari sebuah kelompok, maka pernikahan tersebut batal. Ini yang sebagaimana yang telah menjadi dengan nikah siri, yaitu suami berpesan kepada para saksi agar pernikahan tersebut menjadi rahasiadari istrinya, sebuah komunitas, keluarga atau istri sebelumnya. Itu jika penyembunyian tersebut khawatir dari orang zalim atau semisalnya. Hukumnya adalah wajib membatalkannya, kecuali jika telah terjadi persenggamaan.

Jika pesan menyembunyikan untuk para saksi tersebut berasal dari wali saja atau istri tanpa suami, atau suami-istri dan wali sepakat menyembunyikan tanpa pesan kepada para saksi, atau suami berpesan kepada wali dan istri atau salah satunya untuk menyembunyikan akad tersebut, hal itu tidak membahayakan dan membatalkan akad.

Jumhur ulama berkata, ini bukan merupakan syarat sahnya akad. Seandainya suami dan para saksi bersepakat untuk menyembunyikan pernikahan dari khalayak manusia atau sebagaian dari mereka, maka akad tidaklah rusak. Karena pengumuman pernikahan dapat terealisasi hanya dengan kehadiran dua saksi.

Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 1

Syarat-syarat Sahnya Pernikahan – Bagian 1

Nikah – Ada sepuluh syarat demi keabsahan sebuah pernikahan, sebagian sudah menjadi kesepakatan para ulama dan sebagiannya lagi masih menjadi perselisihan. Berikut syarat-syarat sahnya pernikahan tersebut:

  1. Objek cabang
  2. Mengekalkan shighat akad
  3. Persaksian
  4. Ridha dan ikhtiyar (memilih)
  5. Menentukan pasangan
  6. Tidak sedang ihram haji dan umrah
  7. Harus dengan mahar
  8. Tidak bersepakat untuk saling merahasiakan
  9. Hendaknya salah satu atau keduanya tidak sedang mengidap penyakit yang mengkhawatirkan
  10. Wali

 

1. Objek Cabang

Si perempuan hendaknya tidak haram dalam jangka waktu tertentu, atau menjadi haram karena adanya sebuah syubhat (keraguan), atau yang menjadi perselisihan di kalangan para ahli fikih, seperti menikahkan perempuan yang masih dalam masa iddah dari talak baa’in dan menikahi saudari istri yang dicerai yang masih dalam masa iddah, menikahi dua perempuan bersaudara, seperti menikahi seorang bibi (dari ayah) dengan putri saudaranya atau bibi (dari ibu) dengan putri saudarinya. Jika objek cabang ini tidak terealisasi maka menurut ulama Hanafiah akadnya tidak sah.

Sedangkan objek asli: hendaknya si perempuan bukan merupakan perempuan yang haram selamanya bagi si lelaki, seperti saudari, putri, bibi dari ayah dan bibi dari ibu. Ini merupakan syarat terlaksananya pernikahan. Jika objek ini tidak terealisasi maka menurut kesepatakan para ulama akad tersebut tidak sah, dan tidak ada pengaruh apa pun.

Berdasarkan ini, jika pengharaman tersebut sudah qath’i (pasti) maka itu menjadi salah satu sebab batalnya akad. Jika pengharaman tersebut bersifat zhanni (dugaan), itu merupakan salah satu sebab rusaknya akad, menurut para ulama Hanafiah. Pernikahan tatkala tidak dibarengi dengan keberadaan objek cabang hukumnya rusak. Dengan terjadinya hubungan suami-istri akan menimbulkan sebagian konsekuensi pernikahan. Akan tetapi berhubungan suami-istri haram tatkala akadnya rusak. Dalam keadaan demikian, wajib memisahkan antara lelaki dan perempuan yang bersangkutan secara paksa, jika mereka berdua tidak berpisah secara sukarela.

Jika terjadi hubungan suami-istri setelah pernikahan yang rusak ini, sekalipun telah haram dan menjadi maksiat serta wajib untuk pisah dengan tetap menanggung sebagian konsekuensi pernikahan, maka si perempuan wajib mendapat sesuatu yang paling minim dari mahar yang asli dan mahar mitsli. Si perempuan juga wajib menjalani masa iddah. Jika terjadi kehamilan maka nasab si anak tetap bersandar kepada si lelaki, akan tetapi sepasang suami-istri tersebut tidak dapat saling mewarisi.

2. Shighat Ijab dan Qabul Harus Kekal dan Tidak Temporal

syarat -syarat sahnya pernikahanJika pernikahan mendapat batasan waktu maka pernikahan tersebut batal, seperti dengan shighat tamattu’ (bersenang-senang), misalnya, “Aku bersenang-senang denganmu sampai bulan sekian,” lantas si perempuan berkata, “Aku terima.” Atau juga dengan memberikan tenggang waktu yang telah diketahui maupun tidak, misalnya, “Aku menikahimu sampai bulan atau tahun sekian, atau selama aku tinggal di negeri ini.” Macam yang pertama ini biasa dikenal dengan nikah mut’ah. Sedangkan yang kedua dikenal dengan nikah muaqqat (temporal).

Akan tetapi para ulama Malikiah berkata, Nikah mut’ah atau nikah temporal, baik tepat waktu maupun tidak suami-istri tetap berdosa. Menurut madzhab, mereka berdua tidak kena had, dan pernikahannya secara otomatis rusak tanpa harus melaluinperceraian (talak). Ketika maksud menikah secara temporal itu terang-terangan kepada si perempuan ataupun walinya ketika akad, maka hal itu membahayakan status akad. Adapun jika si suami menyembunyikan maksud menikahi si perempuan dalam jangka waktu selama ia berada di negeri ini atau selama satu tahun kemudian menceraikannya, maka itu tidak membahayakan, sekalipun si perempuan memahami hal itu.

Para ulama Hanafiah juga berkata, Barangsiapa menikahi seorang perempuan dengan niat menceraikannya setelah berjalan satu tahun maka itu bukan merupakan nikah mut’ah. Pendapat yang dalam kalangan Hanabilah, selain Ibnu Qudamah niat untuk menceraikan setelah tempo waktu tertentu dapat membatalkan akad, sebagaimana halnya ketika berterus-terang.

3. Kesaksian

Ada empat hal yang akan dibicarakan dalam syarat ini; pendapat para ulama fikih dalam pensyaratan kesaksian dalam nikah, waktu kesaksian, hikmahnya, dan syarat-syarat saksi.

  1. Pendapat para ulama fikih dalam pensyaratan saksi:

Keempat madzhab telah bersepakat bahwa saksi merupakan syarat untuk sahnya pernikahan. Pernikahan tidak sah tanpa dua saksi selain wali, karena sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Aisyah,

Tidaklah ada pernikahan melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR Darul Qutni dan Ibnu Hibban)

Juga dari Aisyah meriwayatkan,

Dalam pernikahan harus ada empat sur; wali, suami, dan dua orang saksi.” (HR Darul Quthni)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas,

Pelacur adalah perempuan-perempuan yang menikahkan diri mereka tanpa ada persaksian.” (HR Tirmidzi)

Karena persaksian dapat menjaga hak-hak istri dan anak, agar tidak terzolimi oleh ayahnya sehingga nasabnya tidak jelas. Demikian iuga dapat menghindarkan tuduhan atas suami-istri,  serta memberikan penjelasan betapa pentingnya pernikahan tersebut.

Pernikahan siri:

sebagai penguat syariat persaksian, para ulama Malikiah berkata, Nikah siri itu rusak dengan talak ba’in jika suami-istri tersebut telah melakukan persenggamaan. Sebagaimana juga rusaknya pernikahan tanpa saksi dengan terjadi hubungan suami-istri. Mereka berdua terkena had zina; jilis atau rajam, jika telah terjadi persenggamaan dan hal itu mereka akui. Atau persenggamaan tersebut terbukti dengan persaksian empat saksi, seperti dalam kasus perzinaan. Mereka berdua tidak mendapat ampunan hanya karena ketidaktahuan mereka.

Akan tetapi mereka berdua tidak terkena had, jika pernikahan mereka telah menyebar dan banyak orang mengetahui seperti dengan adanya pemukulan rebana, mengadakan walimah, ada saksi satu orang selain wali, atau dua saksi fasik dan sejenisnya. Karena hal itu masih dalam taraf syubhat. Nabi saw. pernah bersabda,

Halangilah had iu dengan hal-hal syubhat

Para ulama Hanabilah berkata, “Akad tidak dapat batal sebab berpesan untuk menyembunyikannya. Seandainya akad nikah tersebut disembunyikan oleh wali, para saksi dan kedua mempelai maka akadnya sah tapi makruh.”

Ada pendapat shadz dari lbnu Abi Laila, Abu Tsaur dan Abu Bakar al-Asham yang menyatakan bahwa dalam pernikahan tidak disyaratkan ada persaksian dan itu tidak harus. Karena ayat yang berisi tentang pernikahan tidak mensyaratkan persaksian, seperti firman Allah SWT yang artinya, “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.” (an-Nisaa’: 3) Juga firman Allah SWT yang artinya, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu.” (an-Nuur: 32)

Isi kandungan ayat-ayat tersebut diamalkan tanpa ada syarat (mutlak). Sedangkan hadits-hadits yang berbicara tentang masalah ini tidak cocok sebagai pembatas (muqayyid). Ini merupakan pendapat Syiah Imamiah, mereka berkata, “Dianjurkan untuk mengumumkan dan menampakkan serta mendatangkan saksi dalam pernikahan yang abadi. Persaksian bukan merupakan syarat akan keabsahan akad menurut seluruh ulama kami.”

Pendapatini salah dan tidak dapat menjadi patokan. Karena hadits-hadits yang berisi tentang kewajiban adanya persaksian dalam akad nikah sangat masyhur. Oleh karenanya boleh menjadi pembatas (muqayyid) isi kandungan Al-Qur’an yang masih general (mutlak).

  1. Waktu persaksian

Jumhur ulama (selain Malikiah) berpandangan bahwasanya persaksian wajib hukumnya ketika melakukan proses akad, agar para saksi mendengar ijab dan qabul dari kedua belah pihak yang melakukan akad. Jika akad tersebut usai tanpa persaksian maka pernikahan itu rusak karena dalil hadits sebelumnya yang berbunyi,

Tidaklah sah pernikahan melainkan dengan adanya seorang wali dan dua orang saksi yang adil.

Maksudnya adalah ketika menikah. Dengan demikian terealisasilah hikmah persaksian. Karena, sebagaimana menurut para ulama Hanafiah, persaksian itu adalah syarat rukun akad nikah. Oleh karena itu, persaksian menjadi syarat ketika rukun akad. Para ulama Malikiah berpandangan bahwa persaksian merupakan syarat sah nikah, baik itu ketika melangsungkan akad maupun setelah akad dan sebelum berhubungan suami-istri. Dianjurkan persaksian tersebut ada ketika akad nikah. Jika persaksian ketika akad atau sebelum terjadi hubungan suami-istri tidak sah, akad nikah tersebut dianggap rusak. Bersenggamanya dengan istri pun terhitung bermaksiat. Sebagaimana telah saya jelaskan, pernikahan tersebut harus dibatalkan.

Menurut mereka, persaksian merupakan syarat dibolehkannya bersenggama dengan si istri, bukan syarat sahnya akad. Inilah titik perbedaan antara para ulama Malikiah dan lainnya.

syarat terlaksananya pernikahan

  1. Hikmah Persaksian

Hikmah persaksian dalam pernikahan adalah memberi pengertian betapa pentingnya pernikahan tersebut dan menampakkannya kepada orang-orang demi menangkis segala jenis prasangka dan tudungan atas kedua mempelai. Juga karena persaksian tersebut dapat membedakan antara halal dan haram. Biasanya sesuatu hal yang halal itu nampak, sedangkan yang haram cenderung tertutup-tutupi. Dengan persaksian pernikahan tersebut dapat dinotariskan sehingga dapat dikeluarkan catatannya saat dibutuhkan.

Oleh sebab itu semua, syariat menganjurkan untuk mengumumkan acara pernikahan dan mengundang masyarakat untuk walimah. Rasulullah saw. bersabda,

Umumkanlah pernikahan.

Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana.

Dalam hadis yang lain beliau juga bersabda,

Umumkanlah pernikahan ini, Iaksanakan di masjid dan pukullah rebana serta hendaknya mengadakan acara walimah sekalipun hanya dengan jamuan seekor kambing. Jika salah seorang di antara kalian meminang seorang perempuan dan telah menyemir rambutnya dengan warna hitam maka hendaknya ia memberitahu dan tidak membohonginya.

  1. Syarat-syarat Saksi:

Saksi hendaknya memiliki beberapa sifat tertentu;

  1. Hendaknya mempunyai kapabilitas untuk mengemban persaksian; telah baligh dan berakal.
  2. Dengan kehadiran mereka hendaknya terwujud makna pengumuman akan pernikahan tersebut.
  3. Hendaknya mampu menghargai pernikahan ketika menghadirinya.

Mengenai sifat al-ahliyyah (kapasitas) : yang disepakati dan disyaratkan dalam persaksian nikah adalah al-ahliyah al-kamilah (kapasitas sempurna), mampu mendengar ucapakan kedua belah pihak yang melakukan akad dan memahaminya. Syarat-syarat saksi sebagai berikut:

  1. Akal: tidaklah sah orang gila bersaksi untuk acara akad nikah.  
  2. Baligh: tidaklah sah persaksian anak kecil sekalipun sudah mumayyiz (tamyiz).
  3. Berbilang: syarat ini menjadi kesepakatan oleh para ahli fikih. Akad nikah tidak akan terlaksana dengan satu orang saksi saja, karena sebagaimana yang terkandung dalam hadits sebelumnya yang berbunyi,
  4. Tidaklah ada pernikahan melainkan denganwali dan dua orang saksi yang adil.” (HR Daru Qutni dan Ibnu Hibban)
  5. Lelaki: Hendaknya saksi akad nikah itu adalah dua orang lelaki. Pernikahan tidak akan sah dengan satu orang saksi perempuan.
  6. Merdeka: Pernikahan tidak sah dengan persaksia dua orang budak lelaki, mengingat betapa pentingnya masalah pernikahan ini.
  7. Islam: syarat ini sudah menjadi kesepakatan seluruh ulama. Kedua saksi pastikan harus seorang Muslim, tidak cukup dengan saksi yang keislamannya belum jelas.
  8. Dapat melihat: ini merupakan syarat menurutpara ulama Syafi’iah, dalam pendapat yang paling benar. Kesaksian orang buta tidak dapat diterima; karena perkataan tidak dapat ditangkap secara sempurna melainkan dengan melihat secara langsung dan mendengarkannya.
  9. Para saksi dapat mendengar perkataan pihak yang melakukan akad dan memahaminya, ini merupakan syarat menurut mayoritas para ahli fikih.
Masukkan Kesombongan Ke Dalam Peti

Masukkan Kesombongan Ke Dalam Peti

Jangan menjadi manusia angkuh yang selalu menempatkan keegoisan di atas segalanya, masukkan kesombongan di dalam peti.

Kemuliaan dan keagungan adalah milik Allah. Maka hanyalah Dia yang berhak untuk membesarkan diri-Nya.

Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Allah swt berfirman, bahwa kemuliaan adalah pakaian milik-Nya dan sifat takabur adalah hiasan milik-Nya. Karena itu barangsiapa meminjam pakaian dan perhiasan Allah, maka akan dimasukkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim).

Sahabat Abdullah bin Mas’ud ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda: “Seseorang yang di dalam hatinya masih terdapat rasa takabur walau hanya seberat biji sawi dia tidak akan berhak masuk sorga.” Kemudian ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, terus bagaimana halnya dengan seseorang yang suka memakai pakaian bagus dan sepatu bagus?” Jawab Rasulullah: “Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang bagus, dan cinta kepada segala kebagusan. Sedang yang dinamakan takabur adalah mengingkari kebenaran serta sombong terhadap sesama manusia.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Di akhirat nanti, orang yang sombong akan Allah terlantarkan. Ia tidak ada yang menyapa dan terus dalam penderitaan yang panjang.

Sahabat Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Ada tiga orang yang kelak di hari kiamat Allah tidak akan berbicara dengannya, tidak akan memuliakannya, serta tidak akan memandangnya, dan bagi mereka siksa yang sangat menyakitkan. Mereka adalah orang tua yang berzina, pemimpin yang berkhianat, dan orang fakir yang takabur.” (HR. Muslim dan Nasai).

Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Ada empat orang yang sangat dibenci Allah. Yakni orang yang berjualan dengan menggunakan sumpah, orang fakir yang takabur, orang tua yang berzina, dan pemimpin yang curang.” (HR. Nasai dan Ibnu Hibban).

  • Kesudahan orang-orang sombong

Tidak ada kejayaan yang berakhir bahagia bagi orang yang sombong. Kisah fir’aun telah menjadi pelajaran bagi manusia yang besar kepala. Dia merasa memiliki semua yang ia inginkan di dunia ini hanya dengan melihat dirinya berlimpah harta dan disanjung oleh rakyatnya. Ia merasa berkuasa atas negerinya, lalu meminta untuk disembah.

Tetapi ia bukanlah orang yang bahagia. Malam-malam baginya adalah alam yang kelam dan saat hadirnya mimpi buruk yang membuatnya terjaga dengan penuh was-was. Ia diliputi rasa takut dan dan kecemasan akan hadirnya musuh yang menumbangkannya. Maka Allah mentakdirkanya mengakhiri hidup di dalam ganasnya laut merah.

  • Musnahkan sifat sombong, karena Anda membutuhkan-Nya

Jauhkan diri dari merasa besar, karena Anda membutuhkan bantuan Allah yang Maha Besar. Saat ini Anda sering menengadahkan tangan, memohon agar Dia mengirimkan salah seorang hambanya untuk mendampingi hidup anda. Anda benar-benar bergantung pada-Nya.

Musnahkan sifat sombong, karena ia bukanlah baju kemuliaan bagi manusia. Ia hanyalah noda kehinaan yang menjadikan manusia tidak berharga.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman : 18)

Janganlah ilmu dan gelar membuat Anda merasa pandai karenanya. Sesungguhnya Allah Maha Luas ilmunya tanpa satu makhlukpun dapat menyamainya.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman 27)

Janganlah harta dan kekuasaan membuat Anda merasa berkuasa karenanya. Sesungguhnya kekuasaan Allah meliputi semua yang ia ciptakan di langit dan bumi ini.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Fathir 44)

  • Kesombongan dapat menjauhkan anda dari jodoh

Kesombongan mendatangkan permusuhan dan kehinaan. Ketika anda menyombongkan diri, sikap itu bukanlah mengangkat derajat anda, melainkan justru membuat anda semakin dipandang hina.

Sahabat Iyadh bin Hamar ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Allah swt telah memberikan wahyu kepadaku agar supaya kamu sekalian bersifat lawadhu’ (merenda-hkan diri), sehingga di antara sesama manusia tidak ada lagi saling hina menghina serta saling membanggakan diri.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Kesombongan memberi peluang untuk merendahkan orang lain, sedangkan cinta menuntut anda untuk menyanjung kekasih. Bagaimanakah kecenderungan merendahkan akan berpadu dengan tuntutan untuk menyanjung?

Orang yang sombong merasa dirinya amat tinggi sehingga sulit untuk mencintai. Sebab mencinti sangat dekat dengan menghargai. Mencintai sangat dekat dengan kerelaan untuk takluk dengan kekasih. Tentu saja, orang yang sombong sulit juga untuk dicintai, karena orang-orang tidak akan memberikan simpati.

Bagaimanakah seseorang yang sulit mencintai akan mendapat jodoh?

 

[Yzid Subakti]

Apakah Syarat Aqiqah Sama dengan Syarat Qurban?

Apakah Syarat Aqiqah Sama dengan Syarat Qurban?

Sunnah Aqiqah – Mayoritas ulama memandang bahwa syarat aqiqah sama dengan syarat-syarat untuk qurban; yaitu termasuk salah satu jenis hewan ternak, cukup usia dan tidak cacat. Imam Malik mengatakan, “Aqiqah kedudukannya sama dengan nusuk dan qurban; tidak boleh buta sebelah, kurus, patah tanduknya atau sakit.

Imam at-Tirmidzi mengatakan, “Mereka katakan bahwa kambing untuk aqiqah tidak sah selain kambing yang boleh untuk qurban.”

Ibnu Qudamah mengatakan, “Ringkasnya, usia hewan aqiqah harus sama dengan usia hewan qurban.

Ibnu Rusyd mengatakan, “Usia dan ciri-ciri hewan untuk ritual ini (yakni aqiqah) harus sama dengan usia dan ciri-ciri hewan qurban.”

An-Nawawi mengatakan,

Hewan yang boleh untuk aqiqah adalah hewan yang boleh untuk qurban. Maka, tidak boleh selain domba usia dua tahun atau kambing usia tiga tahun ke atas, unta dan sapi. Inilah pendapat yang benar dan merupakan keputusan mayoritas ulama. Ada pendapat lain yang menyebutkan oleh al-Mawardi dan lain-lain bahwa boleh juga untuk domba yang usianya kurang dari dua tahun dan kambing yang usianya kurang dari tiga tahun. Tetapi, pendapat pertama lebih tepat.”

Pendapat yang disebutkan oleh al-Mawardi didukung oleh asy-Syaukani dengan komentar, “Inilah pendapat yang benar.” Dia katakan, “Apakah syarat-syarat yang perlu untuk aqiqah sama dengan syarat-syarat qurban? Ada dua pendapat di kalangan para ulama penganut mazhab Syafi’i. Disebutkannya ‘dua ekor kambing’ tanpa kaitan apa pun dijadikan sebagi tidak adanya syarat tersebut. Ini adalah pendapat yang benar. Tetapi, bukan karena keumuman yang terdapat dalam kalimat di atas, melainkan karena tidak ada dalil yang mengarahkan kepada syarat-syarat dan cacat yang disebutkan pada hewan qurban. Karena, itu termasuk dalam kategori hukum syariat yang hanya bisa tetap dengan dalil.

Al-Mahdi berkata dalam kitab Al-Bahr,

Fatwa Imam Yahya: Boleh untuk aqiqah dengan apa yang boleh untuk qurban, baik berupa unta, sapi atau kambing, usianya dan ciri-cirinya. Seluruhnya termasuk dalam kategori mendekatkan diri kepada Allah dengan ritual penumpahan darah.”

Jadi berdasarkan analogi ini, harus menerapkan seluruh hukum qurban pada setiap ritual penumpahan darah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Menyembelih hewan untuk pesta, seluruhnya sunnah menurut orang yang berargumentasi dengan analogi ini. Sementara, sesuatu yang sunnah berarti bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Artinya, pada hewan sembelihan untuk pesta juga harus diterapkan hukum-hukum ritual menyembelih hewan qurban. Bahkan, diriwayatkan dalam salah satu pendapat Imam Syafl’i bahwa beliau menyatakan pesta pernikahan hukumnya wajib.

Para ulama penganut paham Zhahiriyah mewajibkan banyak jenis pesta.

Tapi, saya tidak mengetahui ada ulama yang mengharuskan pada hewan yang disembelih untuk pesta-pesta itu adanya syarat-syarat yang sama dengan syarat-syarat hewan qurban. Sehingga, kesimpulannya bahwa analogi ini mengharuskan timbulnya suatu hukum yang tidak pernah sebelumnya oleh seorang ulama pun. Suatu analogi keliru apabila mengharuskan sesuatu yang juga keliru.

Hal inilah yang juga oleh Ibnu Hazm katakan. Untuk aqiqah, dia tidak menuntut adanya syarat yang sama dengan syarat-syarat hewan qurban. Dia katakan, “Hewan cacat boleh, baik yang boleh untuk qurban maupun yang tidak boleh. Tapi, hewan yang sehat lebih baik.” Pendapat yang menyatakan bahwa hewan untuk aqiqah memiliki syarat-syarat yang sama dengan hewan qurban adalah pendapat yang rajih dan paling kuat.