Mitos Jogja – ‘Bener’ atau enggak sih? Tentang mitos-mitos mistis yang ‘katanya’ banyak terdapat di jogja. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan bagi para pelancong – wisatawan lokal, untuk membicarakan mitos-mitos mistis yang ada di jogja. Berbagai mitos pun senantiasa menarik untuk diperbincangkan. Sehingga, dengan sendirinya mitos-mitos tersebut tanpa disadari telah menciptakan beragam mitologi dari banyak sudut pandang masyarakat adat di yogyakarta. Opini yang paling mashyur adalah mitos- mitos seputar tempat wisata di jogja. “Katanya”… sampai ada larangan-larangan tertentu yang tidak boleh dilanggar ketika berkunjung ke tempat wisata di jogja. Salah satu contoh misalnya, anjuran agar tidak memakai baju berwara hijau saat memasuki area pantai. Anjuran ini tidak masuk ke dalam larangan perundang-undangan ya ayah bunda. Menurut cerita masyarakat, anjuran tersebut dikhawatirkan akan melanggar ‘asas kesopanan’ terhadap keberadaan Nyi Roro Kidul. Sosok wanita mistis yang sering digambarkan dalam rupa cantik jelita itu diyakini akan marah apabila ada yang menyainginya dalam berpakaian.
Mitos Pohon Beringin di Alun-Alun Jogja
Masih seputar cerita mistis tempat wisata di jogja. Situs wisata ini merupakan salah satu tempat wisata yang cukup viral di jogja, alun-alun kidul. Tempat wisata yang terkenal dengan mitos pohon beringin kembarnya. Meski di Jogja ada banyak pohon beringin, sepertinya duo beringin kembar inilah yang paling menyita perhatian wisatawan. Konon katanya, apabila sepasang kekasih berhasil melewati persimpangan dua pohon ini dengan mata tertutup, berarti hubungan keduanya akan berlangsung langgeng selamanya. Wah… wah… seperti ujian kesetiaan saja ya ayah bunda!? Sampai hari ini pun apabila ayah bunda mengunjungi alun-alun kidul, masih banyak pasangan muda-mudi yang antusias untuk melewati pohon tersebut dengan mata tertutup.
Selain kedua mitos tadi, masih banyak mitos-mitos lain yang menyelimuti daerah istimewa yogyakarta. Seperti mitos di kawasan malioboro yogyakarta, mitos tugu jogja, mitos taman sari jogja, dan mitos seputar kraton jogja, dimana mitos seputar kraton jogja ini termasuk salah satu diantara mitos-mitos paling populer di indonesia. Baru-baru ini, seperti diberitakan oleh salah satu portal berita online nasional. Bahwa MENKOPOLHUKAM kita, Bapak Mahfud MD. Mengutip dari portal berita tersebut, bahwa Pak Mahfud MD. memaparkan, ketika ia berkuliah di UGM dulu, ia sering mendengar suara drumband malam hari di jogja. “Yang aneh-aneh juga di Yogya banyak, nggak aneh, agak-agak mistis. Gini, saya tidak tahu apa semuanya sama dengan saya,” kata Pak Mahfud MD, Minggu (17/11/2019).
Latar Belakang Kemunculan Mitos
Mitos Jogja – Sejatinya mitos adalah buah pikir masyarakat atas kejadian-kejadian spektakuler yang terjadi di masa lampau. Adalah fitrah kita sebagai manusia, bahwa ketika kita melihat, ataupun mendengar suatu kejadian berunsur traumatik, maka secara psikologis diri kita akan merespon dengan melakukan mitologi praktis untuk menafsirkan kejadian tersebut. Kita ambil salah satu contoh. Katakan saja… telah terjadi pencurian di rumah ayah bunda malam tadi. Saat terbangun dari tidur, dan menyadari bahwa salah satu barang berharga yang ada di rumah telah hilang. Pintu terbuka, lalu ada jejak telapak kaki yang mencurigakan. Secara alamiah, saat itu fikiran ayah bunda pasti akan bereaksi, dan mulai menganalisa kejadian tersebut bukan?! Hingga akhirnya… ayah bunda menyimpulkan, bahwa “ada maling yang berhasil masuk kerumah”.
Pola penafsiran semacam itulah yang terjadi pada masyarakat dimasa lalu, terkait mitos. Hasil dari penafsiran tersebut kemudian dibawa, diperkuat, lalu dibubuhi dengan opini-opini yang multi perspektif, oleh tokoh serta kaum adat kelompok masyarakat tertentu. Begitulah sebuah mitos sampai kepada generasi kemudian. Maka tidak heran, jika sekarang kita mendapatkan ada banyak mitos di berbagai wilayah Nusantara.
MITOS-MITOS SEPUTAR PENDIDIKAN ANAK
Mitos Jogja – Adanya mitos tidak hanya terdapat pada situs-situs wisata saja. Namun jika disadari, ternyata ‘mitos’ juga terdapat pada pola pengasuhan anak. Yap! Berbagai mitos seputar pengasuhan anak secara turun temurun telah diwariskan oleh generasi-generasi lampau kepada kita. Apa saja mitos-mitos tersebut?
1. Bayi Menangis Pada Malam Hari Karena Diganggu Hantu
Ayah bunda pasti pernah mendengar mitos seperti ini. Tapi, kira-kira benar tidak ya, kalau anak bayi yang menagis ditengah malam itu karena gangguan hantu? Jawabannya… tidak selalu demikian. Memang benar adanya, bahwa makhluk halus atau Jin, kerap mengganggu manusia tak terkecuali anak bayi. Namun perlu kita ketahui bahwa tidak selalu pula, anak bayi yang menangis pada malam hari dikarenakan gangguan Jin. Penyebab yang membuat bayi menangis pada malam hari bisa juga karena faktor kehausan, atau gangguan kesehatan.
2. Bayi yang Memiliki Dua Unyeng-Unyeng, Berpotensi Menjadi Anak Nakal
Tidak benar, bahwa bila dikatakan anak yang memiliki dua unyeng-unyeng di kepalanya berarti akan menjadi anak yang nakal dikemudian hari. Unyeng-unyeng adalah gumpalan atau pusaran rambut yang tumbuh dengan arah berbeda dari rambut lainnya (memutar spiral). Unyeng-unyeng ini dapat ditemukan di setiap kepala manusia. Pusaran tersebut memiliki beberapa mitos yang sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat, diantaranya unyeng-unyeng sebagai titik pusat nyawa dan penentu sifat anak. Anak yang unyeng-unyengnya dua atau lebih akan tumbuh jadi anak keras kepala atau nakal. Tidak jarang juga orang tua mempercayai bahwa unyeng-unyeng mempengaruhi masa depan. Makin banyak unyeng-unyeng, semakin nakal pula si anak di masa mendatang. Hal ini jelas adalah mitos.
3. Bayi yang sering Digendong Akan Jadi Anak Manja
Jangan sering menggendong bayi agar tidak manja. Menggendong adalah kebiasaan yang sudah turun-temurun antara ibu dengan bayinya. Kini, telah ditemukan bahwa ‘menggendong’ memiliki manfaat yang sangat besar baik bagi bayi, maupun ibunya.
Ada banyak yang didapatkan oleh bayi dari manfaat gendongan ibunya. Di antaranya adalah,
Meningkatkan Berat badan bayi
Penelitian mengungkap bahwa bayi yang digendong mendapat pertumbuhan berat badan lebih cepat daripada bayi yang hanya ditidurkan. Selain itu, risiko gangguan apnea (terhentinya napas secara tiba-tiba) ditemukan berkurang pada bayi yang digendong.
Para spesialias anak di Amerika Serikat telah menggunakan terapi peningkatan berat badan, terutama bagi bayi prematur, dengan merubah kebiasaan menidurkan bayi di inkubator menjadi gendongan yang diberikan kepada ibu
Memperbaiki perkembangan
Selain itu, kedekatan dengan ibu ketika ia digendong membantu bayi untuk berkembang lebih baik. Dekat dengan ibu akan menarik bayi untuk lebih sering menyusu. Kehangatan ibu menjaga bayi tetap hangat, dan gerakan ibu menenangkan bayi, sehingga bayi bisa mengalihkan tenaganya yang digunakan untuk menangis ke proses pertumbuhan. Gerakan dan tarikan napas ibu menstimulasi bayi untuk bernapas sehingga bayi-bayi ini jarang mengalami keadaan tak bernapas sesaat atau apnea. Ibu berperan sebagai pengatur irama napas bayi.
Dengan penjelasan di atas, sudah jelas kan ayah bunda? Bahwa opini Bayi yang sering digendong akan jadi anak manja adalah mitos belaka.
Mitos Dalam Pandangan Islam
Mitos Jogja – Dalam agama Islam mitos masuk dalam kategori tathayyur. Tathayyur adalah menggantungkan nasib pada sesuatu, selain Allah. Tathayyur merupakan perilaku yang tercela dan bagian daripada kesyirikan. Kelak pada hari kiamat, akan ada 70 ribu orang keluar dari serombongan yang besar sekali jumlahnya, dimana mereka akan memasuki Surga tanpa hisab. Mereka semua adalah umat Rasulullah Sallallahu’alaihi wa salam. Ketika para sahabat bertanya kepada Nabi tentang mereka, Nabi pun menjawab bahwa mereka adalah orang yang tidak diruqyah, dan tidak bertathayyur.
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan: “Orang yang bertathayyur itu tersiksa jiwanya, sempit dadanya, tidak pernah tenang, buruk akhlaknya, dan mudah terpengaruh oleh apa yang dilihat dan didengarnya. Mereka menjadi orang yang paling penakut, paling sempit hidupnya dan paling gelisah jiwanya. Banyak memelihara dan menjaga hal-hal yang tidak memberi manfaat dan mudharat kepadanya, tidak sedikit dari mereka yang kehilangan peluang dan kesempatan (untuk berbuat kebajikan-pent.).” Miftaah Daaris Sa’aadah (III/273) ta’liq dan takhrij Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi.