Parenting – Memastikan gerakan shalatnya sahih, sebab shalat merupakan tiang agama. Jadi pastikan Ayah/Bunda mengajarinya sejak dini.
Daftatr Isi
Mengapa shalatnya harus benar?
Amal yang pertama dihisab di hari kiamat adalah salat
Kelak di hari kiamat, para malaikat mendapat perintah dari Allah untuk menghitung semua amal manusia untuk menjadi pertimbangan mereka masuk neraka ataukah surga. Para malaikat itu bersiap siaga, dan memanggil manusia untuk diperiksa dengan teliti amal-amalnya selama hidup di dunia.
Pertanyaan amal yang paling awal adalah mengenai shalatnya.
Rasulullah SAW mengingatkan,
“Amalan yang yang pertama kali akan dihisab dari seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat(nya). Jika shalatnya baik, maka sungguh ia akan sukses dan selamat. Dan jika kurang, maka sungguh ia telah celaka dan merugi.” (HR At Tirmidzi)
Jangan sampai kita terlanjur banyak beramal baik di dunia, amalan ini menjadi sia-sia hanya karena di tahap awal perhitungan sudah tertolak karena shalat ada permasalahan serius dalam shalat kita.
Shalat adalah pembeda antara keislaman atau kekafiran seseorang
Di mata Allah, seseorang berbeda status kehambaannya sebagai orang beriman atau orang kafir berdasarkan shalatnya, yaitu ia mengerjakan shalat ataukah tidak. Jika seseorang terbiasa dengan shalatnya maka ia membuktikan tanda keimanannya, dan jika menolak untuk mengerjakan shalat berarti membuktikan kekafirannya.
Dari Jabir bin Abdillah ra, ia berkata, aku mendengar Rasulullah a bersabda; “Sesungguhnya (jarak) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran (adalah) meninggalkan shalat.”(HR Muslim)
Dalam kitab Al Kabair bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah berkata; “Barangsiapa yang tidak shalat, maka ia tidak mempunyai agama.”
Sedangkan Abdullah bin Syaqiq mengatakan, “Para sahabat Rasulullah SAW tidak melihat suatu amalan jika ditinggalkan (menjadikan) kafir (pelakunya) selain shalat”
Shalat dengan ikhlas dan ittiba’
Memasuki masa mumayyiz, anak sudah saatnya paham bagaimana salat dengan benar. Ia harus mengetahui bahwa ada dua kunci utama agar semua amal ibadah yang kita lakukan diterima Allah SWT, yaitu ikhlas dan ittiba’.
Ikhlas
Ikhlas berarti melakukan ibadah semata-mata karena Allah. Hanya karena taat kepada perintah Allah, bukan sebab-sebab yang lain. Artinya, tidak ada riya’ atau keinginan untuk mendapat pujian oleh makhluk, tidak ada dorongan atau motivasi mendapatkan imbalan berupa hadiah atau pencitraan baik baginya, juga bukan karena paksaan atas kondisi tertentu, atau ketakutan pada tekanan seseorang.
Tetapi bagi anak-anak, makna ikhlas yang seperti itu tidaklah mudah ia pahami. Maka yang dapat kita lakukan adalah mengajarkannya shalat (juga ibadah lain) dengan menyempurnakan kaidah fiqihnya saja; yaitu ia mengerjakan sesuai dengan syaratnya hingga sempurna, dan mengamalkan rukun-rukunnya sesempurna mungkin.
Karena keikhlasan adalah persoalan hati, maka saat-saat paling tepat penanaman sifat ini ketika orang tua membicarakan akidah bersama anak. Keikhasalan dapat anda sampaikan saat memberi pemahaman mengenai sifat Allah yang Maha Melihat, malaikat yang mendapat tugas mencatat semua amal, dan amal manusia yang tak satupun luput dari pengawasan Allah beserta malaikat-Nya.
ittiba’
Makna ittiba adalah mengikuti cara ibadah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Nabi SAW berpesan,
“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR.Bukhari dan Ad-Darimi)
Inilah hadits yang menjadi dasar keharusan kita untuk menyampaikan kepada anak bahwa salat yang kita lakukan harus ittiba’ dengan mengikuti cara beliau melakukannya.
Dalam ittiba, kita tidak pernah melihat langsung Rasulullah SAW salat. Tetapi kalimat Beliau SAW “sebagaimana kalian melihat” menunjukkan bahwa dalam ittiba’ kita mengikuti orang yang pernah melihat Rasulullah shalat, yaitu mereka yang hidup bersama Nabi (istri dan para sahabat beliau). Boleh jadi hasil penglihatan seseorang akan berbeda dengan penglihatan seorang lainnya karena fokus perhatian dan suasana saat melihat juga tidak selalu sama.
Para sahabat (juga istri-istri Rasulullah) juga tidak sekedar melihat dengan pandangan mata (karena saat menjadi makmum tidak mungkin memandang Rasulullah yang menjadi imamnya) sehingga makna ‘melihat’ juga mencakup penghayatan bacaan salat, kualitas bacaan, ketenangan gerakan demi gerakan, bahkan pengaruh shalat dalam kehidupan sehari-hari. Ini memungkinkan terjadinya keragaman praktik shalat dalam batas tertentu, sehingga para ulama yang menyusun fiqih shalat juga mengemukakan tata cara yang di dalamnya terdapat beberapa keragaman.
Tidak ada salahnya orang tua menyampaikan kepada anak bahwa dalam shalat terdapat sedikit keragaman mengenai tata cara mengerjakannya. Tetapi ada usia menjelang baligh seperti saat ini belum perlu diajarkan jenis keragaman tersebut. Anda cukup mengajarkan satu saja tata cara shalat seperti yang anda yakini dan praktekkan sehari-hari, sambil tetap meningkatkan bahwa mungkin saja ada teman-temannya yang melakukan salat dengan gerakan atau bacaan sedikit berbeda.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian diperintahkan pada sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari, dan Muslim)
[Yazid Subakti]