Hukum Kulit dan Organ Tubuh Tak Terpakai dari Hewan Aqiqah

Hukum Kulit dan Organ Tubuh Tak Terpakai dari Hewan Aqiqah

Pada dasarnya seluruh bagian hewan aqiqah tidak boleh menjualnya karena hampir seluruh hukumnya sama dengan hukum hewan qurban. Para ahli fikih membuat pernyataan secara tertulis bahwa seluruh bagian hewan qurban tidak boleh menjualnya; baik daging, kulit maupun kikilnya. Baik sembelihan tersebut hukumnya wajib maupun sunnah. Imam Ahmad mengatakan, “Tidak boleh menjual seluruhnya atau sebagiannya.” Beliau juga mengatakan, “Subhanallah, bagaimana bisa menjualnya padahal sudah diserahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu memperbolehkan menjual kulitnya, lalu mensedekahkan hasil penjualan tersebut. Ibnul Mundzir menukilkannya dari Imam Ahmad dan Ishaq. 

Kulitnya boleh memnafaatkan untuk tempat minum, jaket, sandal dan lain sebagainya.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Kulit hewan qurban dimanfaatkan untuk tempat minum.

Dari Masruq, bahwasanya dia memanfaatkan kulit hewan qurbannya sebagai sajadah untuk shalat.

Dari al-Hasan al-Bashri berkata, “Manfaatkanlah kulit hewan qurban, tapi jangan menjualnya.”

Dalil atas hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memerintahkanku untuk mengurus unta sembelihan, untuk menyedekahkan kulit dan organ tubuh tak terpakai lainnya, serta tidak memberi kannya kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Akan kami beri dari harta kami sendiri.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam memerintahkannya untuk menyedekahkan daging, kulit dan organ tubuh tak terpakai lainnya. Sebagaimana beliau telah menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak boleh ada bagian yang terjual. Sama seperti wakaf.

Dalam hadisnya, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya, berarti tidak ada qurban untuknya.

Oleh al-Hakim meriwayatkan dengan komentar, “Hadis ini shakih.” Diriwayatkan juga oleh al-Baihaqi. Asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Hasan.”

Al-Hafizh al-Mundziri mengatakan, “Banyak hadis Nabi Shaliallahu ‘alayhi wa Sallam yang menjelaskan larangan untuk menjual kulit hewan qurban.”

Dalam hadis dari Qatadah bin an-Nu’man radhiyallahu ‘ahu: Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Jangan menjual daging hadyi dan qurban. Makanlah, bersedekahlah dan nikmatilah kulitnya, tapi jangan menjualnya. Apabila kalian mendapat makan dari dagingnya, silahkan mengkonsumsinya apabila kalian mau.

Diriwayatkan oleh Ahmad. Hadis ini juga oleh al-Haitsami dengan komentar, “Dalam kitab Ash-Shahth terdapat kutipan ladis ini.” Diriwayatkan juga oleh Ahmad. Hadis ini adalah hadis mursal yang sanadnya shahih.

Kulit hewan aqiqah boleh memanfaatkan untuk berbagai kegunaan. Dalilnya adalah apa yang tertera dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha. Dia katakan:

Sekelompok orang dari kalangan penduduk desa datang pada waktu Idul Adha di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Beliau Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda,

daging hewan aqiqahSimpanlah setelah tiga hari, kemudian sedekahkanlah yang tersisa.” Setelah tiga hari berlalu, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, penduduk membuat tempat minum dari kulit hewan qurban mereka dan mencairkan lemak dagingnya.” Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bertanya, “Mengapa demikian?” Mereka menjawab, “Anda telah melarang kami mengonsumsi daging hewan qurban setelah tiga hari.” Beliau bersabda, “Aku melarang kalian karena kedatangan orang-orang desa itu. Sekarang makanlah, simpanlah dan bersedekahlah.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Inilah ketetapan para ahli fikih berkaitan dengan hewan qurban. Para ulama penganut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali dalam salah satu riwayatnya menyamakan antara hukum hewan aqiqah dengan hukum qurban dengan melarang penjualan bagian apa pun dari hewan aqiqah. Imam Malik berkata, “Daging dan kulitnya tidak boleh menjualnya sedikitpun.”

Ibnu Rusyd mengatakan, “Hukum daging, kulit dan seluruh organ tubuh hewan aqiqah sama dengan hukum hewan qurban dalam hal konsumsi, sedekah dan tidak boleh menjualnya.”

Al-Baghawi mengatakan,

Tidak boleh menjual bagian mana pun dari hewan aqiqah. Sebab, hewan tersebut disembelih dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sama seperti hewan qurban.

Imam Ahmad memandang pada salah satu dari dua versi pendapatnya bahwa boleh menjual kulit, kepala dan organ tubuh hewan aqiqah lainnya, kemudian hasil penjualan tersebut sedekahkan. Al-Khallal meriwayatkan bahwa Imam Abad mendapat pertanyaan tentang hewan aqiqah, “Kulit, kepala dan bagian tak terpakai lainnya jual atau sedekahkan? Beliau menjawab, sedekahkan.”

Asy-Syaikh Ibnu Qudamah al-Maqdisi berkata bahwa Imam Ahmad mengatakan, “Kulit, kepala dan bagian tak terpakai lainnya dijual, kemudian mensedekahkannya.” Pada masalah hewan qurban, beliau (Imam Ahmad) mengeluarkan fatwa yang bertolak belakang dengan pernyataannya ini. Fatwa tersebut lebih tepat dalam mazhabnya. Sebab, aqiqah adalah sembelihan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga tidak boleh menjualnya sedikit pun. Sama seperti hadyi. Juga karena bisa langsung mensedekahkannya tanpa perlu menjualnya terlebih dahulu.

Abul Khaththab mengatakan,

“Kemungkinan beliau (Imam Ahmad) menganalogikan hukum salah-satunya kepada yang lain, sehingga beliau mengeluarkan fatwa dalam dua versi. Kemungkinan yang lain, beliau bedakan keduanya melalui sudut pandang bahwa qurban adalah ritual sembelihan yang menjadi syariatpada Idul Adha. Sehingga lebih menyerupai hadyi. Sementara, aqiqah menjadi syariat pada saat munculnya kegembiraan dengan lahirnya seorang bayi, sehingga lebih mirip dengan pesta pernikahan. Juga karena hewan sembelihan tersebut masih berada di dalam lingkup kepemilikannya, sehingga dia boleh melakukan penjualan atau perlakuan lainnya terhadap daging hewan tersebut. Dengan demikian, bersedekah dengan hasil penjualannya memiliki kedudukan, keutamaan, pahala dan manfaat yang sama dengan bersedekah dengan daging hewan tersebut secara langsung. Oleh karena itu, si pemilik boleh melakukannya.”