Hukum Ibadah Aqiqah – Bagian 3

Hukum Ibadah Aqiqah – Bagian 3

Sunnah Aqiqah – Pembahasan berikut merupakan lanjutan dari pendapat di kalangan para ahli fikih seputar hukum ibadah aqiqah bagian 2.

Pendapat keempat:

aqiqah hukumnya wajib pada tujuh hari pertama kelahiran. Kalau tujuh hari ini berlalu, maka kewajiban itu pun ikut gugur. Ini adalah pendapat al-Laits bin Sa’ad seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr: Al-Laits bin Sa’ad berkata, “Bayi diaqiqahi selama tenggang waktu tujuh hari pertama kelahirannya. Apabila sampai hari ketujuh orang tua tidak melaksanakannya, maka tidak apa-apa melaksanakannya setelah itu. Tapi, pelaksanaan aqiqah setelah tujuh hari pertama kelahiran si bayi hukumnya tidak wajib.” Al-Laits berpendapat bahwa aqiqah hukumnya wajib pada tujuh hari pertama kelahiran.”

Dalil-dalil pendapat keempat

Kemungkinan, mereka berargumentasi dengan hadis Samurah radhiyallahu ‘anhu yang di dalamnya terdapat lafal ‘Menyembelihkan untuknya pada hari ketujuh kelahiran’, lalu hadis ‘Amr bin Syu’aib radhiyallahu ‘anhu yang dalamnya terdapat lafal ‘Pada hari ketujuh kelahiran’, Hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha,

Rasulullah Shallalliahu ‘alayhi wa Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain pada hari ketujuh kelahiran mereka, memberi nama dan memerintahkan agar kotoran di kepala mereka dihilangkan (rambutnya dicukur).

Pendapat kelima:

Aqiqah hanya untuk anak laki-iaki, tidak untuk anak perempuan. Pendapat ini terungkap oleh al-Hasan al Bashri dengan menyatakan hukum ibadah aqiqah wajib seperti yang yang oleh Abdil Barr riwayatkan juga merupakan pendapat Qatadah seperti yang oleh Ibnul Mundzir riwayatkan juga. Pendapat senada juga diriwuyatkan oleh Ibnu Hazm dari Muhammad bin Sirin dan Abu Wa’il Syaqiq bin Salamah. Ibnu Hazm menukilkan dari Ibnu Sirin bahwa dia memandang tidak ada perintah untuk mengaqiqahi anak perempuan. Dari Abu Wa’il berkaca, “Anak perempuan tidak perlu aqiqah.”

Dalil-dalil pendapat kelima

Mereka berargumentasi sebagai berikut:

  1. Hadis Salman bin Amir adh-Dhabbi berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Seorang anak terkait dengan aqiqah. Tumpahkanlah darah untuknya…
  2. Dari Samurab, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan pada aqiqahnya…
  3. Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda, “Seorang anak terkait dengan aqiqah…

Mereka berpedoman pada lafal (ma’al gulaami) yang secara terminologis berarti anak laki-laki, tidak termasuk anak perempuan. Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr mengatakan, Hanya Hasan dan Qatadah yang berpendapat bahwa tidak mengaqiqahi anak perempuan dan hanya anak laki-laki dengan seekor kambing. Saya kira mereka mengemukakan pendapat demikian berdasarkan eksplisitas hadis Salman yang berbunyi (ma’al gulaami ‘aqiiqatun) ‘Seorang anak terkait dengan aqiqah’ dan hadis Samurah yang berbunyi (alghulaamu murtahiinun bi’aqiiqatihi) ‘Seorang anak tergadaikan pada aqiqahnya.’

Saya katakan:

Bukan hanya Hasan dan Qatadah yang berpendapat demikian. Ibnu Hazm menukilkan dari Abu Wa’il Syaqiq bin Salamah yang termasuk ahli fikih dari kalangan tabi’in berkata, “Anak perempuan tidak diaqiqahi.”

Ibnu Qudamah memberikan alasan untuk mereka dengan mengatakan, “Sebab, aqiqah adalah ungkapan rasa syukur atas karunia yang didapatkan berupa anak laki-laki. Sementara, tidak ada kegembiraan yang menyertai lahirnya anak perempuan. Sehingga, tidak mensyariatkan aqiqah untuknya.”

Al-Mawardi mengarakan, “Karena aqiqah adalah kegembiraan. Sementara, kegembiraan hanya didapatkan dengan hadirnya anak laki-laki, bukan anak perempuan.

Alasan al-Mawardi dan Ibnu Qudamah tidak mungkin mendasari pendapat para ulama (kalangan pendapat kelima) tersebut. Bagaimana mungkin kelahiran bayi perempuan untuk seorang Muslim tidak membawa kebahagiaan, padahal dia tahu bahwa ketentuan tersebut berada di Tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Dalam al-Qur’ an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesalkan perilaku kaum Jahiliyah yang tidak suka dengan kelahiran bayi perempuan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (Kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia bersembunyi dari orang banyak, karena buruknya berita yang yang ia dapatkan. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruk nya apa yang mereka tetapkan itu” (Q.s. an-Nahl [16]: 58-59).

Oleh karena itu, tidak sepatutnya seorang Muslim merasa kecewa ketika mendapatkan karunia anak perempuan. Sebab, seluruh ketentuannya berada di Tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Banyak sekali hadis-hadis yang menjelaskan tentang keutamaan orang yang memelihara dan mendidik anak perempuan dengan sabar Anak-anak perempuan itu nantinya akan menjadi tabir penghalang dari api neraka.