Parenting – Ternyata, kesederhanaan itu berhubungan dengan keimanan. Bersikap wajar, tidak berlebihan dalam menyikapi persoalan, tidak berboros harta, tidak berpamer kedudukan, dan tidak main-main dalam perkataan adalah sifat orang beriman.
Daftatr Isi
Memaknai kesederhanaan
Abu Umamah Iyash bin Tsa’labah al-Anshariy al-Haritsy RA berkata, “Pada suatu hari Rasulullah SAW membicarakan masalah dunia. Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, ‘Apakah kalian tidak mendengar? Apakah kalian tidak mendengar? Sesungguhnya kesederhanaan itu bagian dari iman, sesungguhnya’ kesederhanaan itu bagian dari iman.” (HR Abu Daud).
Beliau SAW sampai dua kali mengulang kalimat ‘kesederhanaan itu bagian dari iman’, mengisyaratkan betapa penting bagi mukmin untuk hidup sederhana.
Inti dari kesederhanaan adalah tidak berlebihan atau tidak melampaui batas. Sikap melampaui batas (berlebihan) sangat tidak Allah SWT sukai.
Allah berfirman,
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS al-A’raaf: 31).
Bukan mengajak hidup dalam kemiskinan
Mengajarkan hidup sederhana sama sekali tidak untuk merencanakan hidup dalam kesengsaraan atau kemiskinan. Kita merencanakan hidup sejahtera dengan limpahan rizki, tetapi tidak berlebihan dan tidak ada yang melebih-lebihkan.
Kita hanya berusaha menikmati hidup yang singkat ini dengan penuh kesadaran bahwa hidup bukan untuk berlebihan, tetapi untuk sebuah kebahagiaan. Hidup dengan kecukupan dan keseimbangan antara apa yang kita butuhkan dan seberapa rizki yang Allah berikan.
Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga hal yang mengikuti kepergian jenazah, yaitu keluarga, harta, dan amalnya. Dua di antaranya akan kembali, hanya satu yang tetap menyertainya. Keluarga dan hartanya akan kembali, sedangkan yang tetap adalah amalnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kita tidak menolak banyaknya rizki. Jika terdapat begitu banyak rizki, itu adalah baik agar kita lebih leluasa bersedekah dan menjadi wasilah kemakmuran bagi orang-orang di sekeliling kita. Bukan menjadi alasan untuk hidup dalam gemerlap kemewahan yang dibanggakan.
Mengajarkan anak melihat kondisi orang di bawah
Perlu menjelaskan kepada anak bahwa di saat kita menikmati kecukupan rizki, ada begitu banyak orang yang bernasib kekurangan. Mereka itu adalah orang-orang yang entah karena nasibnya atau hal lain, menjadikan hidupnya seba dalam kekurangan.
Rasulullah SAW bersabda, “Perhatikanlah orang yang berada di bawahmu dan jangan kamu memperhatikan orang yang berada di atasmu, karena yang demikian itu lebih pantas agar kamu semua tidak menganggap sepele nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Mereka memerlukan perhatian. Jika bukan sesama mukmin yang memperhatikannya, maka akan datanglah orang kafir membantunya dan perlahan akan mengikis keimanannya. Mereka adalah orang fakir yang dalam kondisi tergoda akan semakin lemah imannya. Maka benarlah bahwa kefakiran itu amat dekat dengan kekafiran. Dengan bantuan kesejahteraan, mereka akan mengikuti apa yang diinginkan dari pemberi bantuan. Bahkan jika harus mengubah keyakinan.
Pelajaran tentang menahan nafsu
Ada dua golongan manusia berdasarkan sikapnya terhadap nafsu. Pertama, manusia yang berhasil dikuasai, dihancurkan, dan dikalahkan oleh nafsu. Mereka ini tunduk di bawah dorongan nafsunya. Dasar perbuatannya semata karena nafsu dan ambisi terbesar hidupnya pun didorong oleh nafsu. Kedua, manusia yang berhasil mengalahkan dan mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu itu tunduk di bawah perintah dirinya. Ia mengendalikan nafsu sehingga nafsu dikeluarkan atau tidak atas perintahnya.
Untuk mencari jalan menuju Allah, manusia harus berhasil mengalahkan nafsu. Yang berhasil mengalahkan nafsunya akan beruntung, dan yang dikalahkan oleh nafsunya akan merugi.
Allah SWT berfirman: “Ada pun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya Nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya Surgalah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at: 37-41)
Mengenalkan jenis dan sifat nafsu
nafsu ada didalam setiap diri manusia, yang mempengaruhi sikap dan perilakunya. Allah menyifati nafsu dengan tiga sifat: muthmainnah (tenang), lawwamah (pencela), dan ammarah bis-suu’ (penyuruh berbuat buruk).
Nafsu Muthmainnah
“Nafsu muthmainnah ialah nafsu yang membenarkan”, demikian kata sahabat Ibnu Abbas ra.
Jenis nafsu jenis ini membuat manusia merasa damai dengan Allah, merasa tentram dan tenang dengan mengingat-Nya, merasa rindu berjumpa dengannya, dan merasa senang berdekatan denganNya.
Nafsu muthmainnah tidak akan hadir kecuali pada diri orang mukmin yang jiwanya merasa tenteram dengan apa yang dijanjikan Allah. Mereka tenteram dengan takdir Allah, pasrah kepada-Nya, dan rela menerima ketentuan-Nya. Ia tidak merasa kecewa terhadap apa yang dilewatkannya dan tidak bangga dengan apa yang diterimanya.
Nafsu Lawwamah
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang berubah-ubah antara ingat dan lalai, menghadap dan berpaling, cinta dan benci, senang dan sedih, suka dan marah, patuh dan menghindar.
Ada kalanya, nafsu lawwamah bersifat tercela dan di saat tertentu menjadi nafsu lawwamah tidak tercela. Nafsu lawwamah menjadi tercela ketika mendorong seseorang dalam kebodohan dan kezaliman, dan tidak tercela jika mendorong seseorang mencela dirinya sendiri dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
Meskipun sebagiannya tercela, nafsu lawwamah memungkinkan seseorang melakukan perbaikan diri.
Nafsu Ammarah Bissuu’
Inilah nafsu tercela, yang selalu mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk dan membuatnya jauh dari Allah. Setan menjadi teman setianya, membuatnya menjadi panjang angan-angan dan dekat dengan kemaksiatan.
Nafsu ini adalah bagian dari karakter asli manusia juga, yang kalau bukan karena pertolongan dan hidayah Allah manusia akan benar-benar terjerumus dalam keburukan.
Melatih anak mengendalikan nafsu
Anak harus berlatih mengendalikan nafsunya, agar kehidupannya kelak terbiasa berada dalam kontrol yang baik. Pengendalian nafsu juga penting sebagai bekal bagi anak untuk menemukan tujuan hidup dan perjuangan meraihnya.
Tidak semua keinginan akan terpenuhi
Anak harus paham bahwa ketika menginginkan sesuatu, tidak selalu yang tersedia. Jikapun tersedia, harus pertimbangkan terlebih dulu seberapa perlu keinginannya itu untuk terpenuhi. Jadi, tidak semua keinginan akan selalu ia dapatkan, karena belum tentu yang itu yang terbaik.
Biasakan anak berhemat dan menabung
Menabung bagi anak bukan semata praktik mengumpulkan uang pada suatu tempat yang kelak akan membukanya untuk suatu keperluan. Makna tersirat dari menabung adalah belajar mengendalikan keinginan untuk tidak berbelanja ketika uang sudah ada di tangan. Jika tidak ada keperluan yang mendesak, uang dalam tabungan untuk keinginan membelanjakannya. Selanjutnya, uang yang sudah ditabung menumbuhkan harapan bahwa pada suatu saat akan ada sekumpulan uang dalam jumlah lebih besar untuk berjaga-jaga barangkali ada keperluan lain yang lebih bermanfaat.
Merawat barang yang dimiliki
Anak harus menghargai barang-barang miliknya, merawat dan menjaganya. Ketika tas masih terlihat bagus, Anda dapat meminta menjaganya dari dengan berhati-hati setiap kali memperlakukannya agar tidak mudah rusak. Anda dapat menolak keinginan anak untuk membeli tas yang baru selama tas yang lama masih layak. Ini berlaku untuk sepatu, sepeda, dan semua barang pribadi miliknya.
Mengajarkan jiwa kreatif memperbaiki atau mencari pengganti
Ketika barang rusak, mengatasinya dengan langsung membeli barang baru adalah yang paling mudah. Tetapi kebiasaan ini tidak mengajarkan nilai apapun kepada anak, sedangkan tindakan apapun yang orang tua lakukan akan menjadi contoh untuk anaknya.
Rusaknya barang adalah kesempatan untuk mengajarkan kepada anak bahwa kita dapat memperbaiki barang tersebut atau mencari alternatif penggantinya. Anda dapat mengajarkan kreativitas dengan menjahit sol sepatunya yang mulai rusak, mencoba membongkar bagian sepeda yang rusak dan mengajaknya memperbaiki. Tidak semua masalah akan berakhir dengan mendatangi orang atau menelpon orang untuk meminta bantuan, tidak semua kerusakan harus menggantinya dengan membeli yang baru.
Memahamkan perbedaan antara kebutuhan dan keinginan
Tidaklah sama antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan harus terpenuhi sehingga mengabaikannya akan berdampak serius pada kehidupan. Makanan pokok, tempat tinggal, pendidikan, obat saat sakit, keamanan, berolahraga, itu semua adalah contoh kebutuhan. Keinginan adalah dorongan yang semata berdasarkan nafsu sesaat untuk mendapatkan atau melakukannya. Jika tidak terpenuhi, keinginan tidak berdampak serius pada kehidupan dan tidak membahayakan.
Berganti-ganti tas dan sepatu adalah keinginan, yang hanya oleh gengsi atau mengikuti trend. Mengoleksi perhiasan dan kendaraan adalah keinginan, yang kalau tidak ada sebenarnya tidak berdampak serius bagi kehidupan.
Anak harus paham apa saja yang merupakan kebutuhannya, dan apa saja yang yang merupakan keinginan yang tidak harus terpenuhi.
[Yazid Subakti]