Shalat fardhu lima waktu sah dilakukan apabila syarat dan rukunnya telah dipenuhi. Tetapi ada keutamaan di luar syarat dan rukun yang menjadikan shalat lebih sempurna dan berlipat keutamaan, yaitu jika melakukan shalat berjamaah.
Daftatr Isi
Menjelaskan hukum shalat berjama’ah kepada anak
Mestinya, anak menjelang dan di awal masa aqil baligh sudah dapat memahami hukum syariat. Orang tua juga tidak perlu ragu untuk menyampaikan ketentuan mengenai hal-hal wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Mengenai hukum shalat berjamaah, sampaikan kepada anak dengan obyektif bahwa hukumnya bagi laki-laki adalah sunnah muakkad atau sunnah yang sangat ditekankan. Maksudnya, ini adalah sunnah yang tidak boleh untuk diabaikan meskipun bukan wajib. Ini sebagaimana pendapat para ulama madzhab Hanafi dan kebanyakan ulama pengikut madzhab Maliki.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda
“Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku ingin memerintahkan (seseorang untuk) mengumpulkan kayu bakar hingga terkumpul. Kemudian aku perintahkan shalat dan (dilakukan) adzan. Lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami manusia. Kemudian aku (akan mendatangi orang-orang) yang tidak menghadiri (shalat berjamaah), dan akan kubakar rumah-rumah mereka. Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang diantara mereka mengetahui bahwa ia akan mendapatkan daging gemuk atau (akan mendapatkan) dua tulang paha yang baik, niscaya ia akan hadir (berjamaah dalam Shalat) Isya‟ (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata;
“Seorang laki-laki tuna netra mendatangi Nabi a dan berkata, ”Wahai Rasulullah, sungguh aku ini tidak mempunyai seorang penuntun yang dapat menuntunku ke masjid.” Ia meminta kepada Rasulullah agar diberikan keringanan untuk melaksanakan shalat (fardhu) di rumahnya. Maka Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Ketika ia akan pergi, Rasulullah SAW memanggilnya dan bertanya, ”Apakah engkau mendengar panggilan adzan untuk shalat?” Ia menjawab, ”Ya.” (Maka) beliau bersabda, ”(Kalau begitu), datangilah panggilan tersebut.”(HR Muslim)
Terhadap hadits ini, para ulama sepakat mengenai amat pentingnya shalat berjamaah bagi laki-laki. Bahkan sebagian berani menyimpulkan hukumnya wajib.
Pahalanya lebih banyak
Salah satu bahan untuk memotivasi anak agar rajin beribadah adalah dengan alasan berlipatnya pahala. Begitu juga ketika menyampaikan alasan pentingnya shalat berjamaah, berlipatnya pahala adalah alasan yang mudah ia pahami. Sebab, yang mampu anak pikirkan adalah dengan banyaknya pahala, Allah akan memasukkannya ke surga.
Shalat berjama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian. Ini seperti yang Ibnu Umar ra riwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda;
“Shalat berjama’ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian” (HR Muslim)
Selain berlipatnya pahala, langkah menuju masjid adalah langkah penuh kebaikan yang dengannya Allah memberikan pahala.
Rasulullah bersabda,
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah a bersabda; “Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan kaki ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (yaitu; masjid) untuk melaksanakan salah satu fardhu dari fardhu-fardhu (yang telah) Allah tetapkan (padanya), maka setiap langkah (kaki)nya yang satu menghapus kesalahan dan yang lain mengangkat derajat.”(HR Muslim)
Mendapat kesempatan bertemu Allah di hari kiamat
Orang-orang yang menjaga shalatnya selalu berjamaah berpeluang oleh Allah kesempatan untuk bertemu dengan-Nya kelak di hari kiamat. Rasulullah menjelaskan ini dalam haditsnya,
“Barangsiapa yang ingin meninggal dunia dalam keadaan sebagai seorang muslim dan bertemu dengan Allah SWT sebagai seorang muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat fardhunya secara berjama’ah di masjid. (HR Muslim)
Sedangkan Abdullah bin Mas’ud ra mengatakan, “Barangsiapa yang (ingin) bertemu dengan Allah besok (pada Hari Kiamat) sebagai seorang muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat (fardhu) di tempat dimana ia diseru (yaitu di masjid).”
Semua orang tentu saja ingin bertemu Allah, dzat yang menciptakannya. Dan akan merasa sedih jika Allah menolak untuk menemuinya.
Terhindar dari kesulitan di hari kiamat
Saat hari kiamat tiba nanti, manusia menghadapi banyak kesulitan. Allah memerintahkan para malaikat untuk mengatur manusia, menghitung amal dan memilih di antara mereka mana yang layak masuk surga dan siapa saja yang harus masuk ke neraka. Malaikat menggiring manusia dari satu tempat ke tempat berikutnya, juga menyuruh mereka untuk bersujud di saat tertentu. Maka Allah SWT telah mengingatkan, mengancam orang-orang yang senantiasa meninggalkan shalat berjama’ah, bahwa mereka nanti tidak akan dapat bersujud ketika Hari Kiamat. Allah SWT berfirman;
“Pada hari betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud, maka mereka tidak dapat (melakukannya). Pandangan mereka tunduk ke bawah, dan mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (ketika di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera.”(QS. Al-Qalam : 42 – 43)
Mengenai ayat ini, Ka’ab Al-Ahbar mengatakan bahwa tidaklah ayat ini turun, kecuali berkenaan dengan orang-orang yang meninggalkan shalat berjama’ah.
Wanita tidak dilarang ke masjid
Para wanita tetap mendapat keutamaan yang sama ketika shalatnya berjamaah, hanya saja tidak hukumnya sunnah muakkadah untuk berjamaah di masjid.
Meskipun demikian, tidak ada larangan bagi wanita pergi ke masjid. Rasulullah memerintahkan para sahabat agar tidak menghalangi wanita pergi ke masjid.
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah a bersabda;
“Janganlah kalian menghalangi para hamba wanita Allah menghadiri masjid-masjid Allah. Tetapi jika mereka hendak keluar (ke masjid), (hendaklah) mereka tidak mengenakan wangi-wangian.”(HR Abu dawud)
Jadi, anak perempuan sebaiknya tetap boleh ke masjid, jika memang kebaikan mendapatkan lebih banyak kebaikan di masjid daripada di rumah. Jika ibadah di masjid membuatnya lebih khusyu dan bersemangat, dan jika di masjid ia bisa belajar lebih banyak tentang hal-hal lain yang mendukung pemahaman agamanya.
Anak perempuan harus mengetahui beberapa hal ini ketika mereka pergi ke masjid :
- Di tempat yang terpisah dari laki-laki dengan tabir penutup yang sempurna
- Tidak berinteraksi bebas dengan jamaah laki-laki sebelum atau setelah melakukan shalat
- Tetap menghindari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat dan menimbulkan fitnah kepada jamaah laki-laki
- Tidak memakai wangi-wangian yang dapat menimbulkan godaan bagi jamaah laki-laki
- Tidak memakai perhiasan yang membuat laki-laki terpesona memandangnya.
- Tak banyak berbicara yang menyebabkan jamaah laki-laki penasaran dan ingin membalas pembicaraan
- Menutup aurat dengan sempurna, dengan jenis pakaian yang tidak menimbulkan syahwat bagi laki-laki.
Udzur untuk meninggalkan shalat berjama’ah
Shalat berjamaah boleh tidak dilakukan dalam keadaan udzur atau terhalang oleh kondisi tertentu yang membuatnya tidak memungkinkan dilakukan.
Hujan
Pada zaman Rasulullah, masjid terbangun dengan kondisi yang sangat sederhana. Dindingnya dari tumpukan batu dan pasir atau tanah, atapnya terbuka atau atau tertutup tidak sempurna, dan lantainya berupa hamparan tanah atau pasir. Dalam keadaan ini, hujan menyebabkan tempat menjadi berlumpur, becek atau muncul genangan air sehingga tidak layak untuk huni, apalagi untuk shalat. Di daerah bergurun, hujan dan cuaca buruk menjadikan orang yang keluar rumah terancam petir, misalnya saat mereka berangkat ke masjid, terutama jika jarak rumahnya jauh. Mereka berjalan kaki dan tubuhnya menjadi basah kuyup.
Pada zaman sekarang, masjid-masjid sangat nyaman dengan atap yang tertutup, dinding yang kokoh dan lantai keramik berkarpet yang bersih dan kering. Hujan yang turun tidak mempengaruhi kualitas tempat shalat untuk tetap shalat berjamaah karena lantai masjid tetap kering dan nyaman. Jarak dari rumah menuju masjid yang rata-rata dekat pun tidak terlalu menjadi masalah bagi jamaah untuk berangkat. Orang-orang dapat pergi ke masjid menggunakan kendaraan tertutup (mobil), berjalan kaki, atau roda dua dengan mengenakan jas hujan sehingga badan dan pakaian tetap kering. Ancaman cuaca berupa petir juga tidak berat karena tinggal di pemukiman yang banyak bangunan di sekelilingnya.
Jadi, kondisi hujan yang menjadi udzur untuk shalat berjamaah ke masjid adalah jika hujannya sangat deras dan membahayakan, seperti hujan badai atau hujan yang yang menyebabkan banjir.
Cuaca ekstrim
Cuaca ekstrim adalah kondisi alam yang sangat dingin, terjadi angin kencang, petir terus menerus bersahutan menyambar, atau hujan yang memberatkan bagi manusia untuk bepergian keluar rumah.
Dalam keadaan ini, perjalanan ke masjid dapat membahayakan keselamatan. Oleh sebab itu boleh untuk tidak melakukan shalat berjamaah di masjid.
Menderita sakit
Orang sakit boleh untuk meninggalkan salat berjamaah. Sebab, ia tidak mampu menirukan gerakan imam dengan sempurna, perjalanan ke masjid dapat menjadikannya lelah dan menambah parah penyakitnya, atau khawatir penyakitnya menular kepada jamaah yang lain.
Rasa takut saat kondisi mencekam
Dalam keadaan tertentu, masyarakat yang berada dalam keadaan yang mencekam. Orang-orang takut keluar rumah karena terancam keselamatannya akibat peperangan atau serangan dari kelompok tertentu, kerusuhan, atau bentuk kejahatan lain yang memicu keadaan menjadi genting. Situasi ini dapat dimaklumi jika seseorang tidak melakukan shalat berjamaah di masjid.
Makanan terlanjur dihidangkan atau saat menahan hadats
Saat waktu salat tiba, kadang makanan telah terlanjur datang sedangkan perut dalam kondisi lapar. Dalam keadaan ini, kita boleh untuk tidak mendatangi shalat berjamaah di masjid dan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makan.
Ini juga berlaku pada saat sedang menahan keinginan buang air. Ketika adzan berkumandang sedangkan kita menahan keinginan buang air, yang lebih utama adalah melakukan buang air dengan tenang dan wajar. Sebab salat berjamaah tidak akan mencapai derajat khusyu ketika kita menahan buang hajat.
Dari Aisyah ra, ia berkata, aku mendengar Rasulullah a bersabda; “Tidak sempurna shalat yang dikerjakan setelah dihidangkan makanan (bagi orang yang lapar) dan shalat seseorang yang menahan buang air kecil dan air besar.” (HR Muslim)
Tempat salat berjamaah
Shalat berjamaah paling baik adalah di masjid.
Dari Zaid bin Tsabit ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda;
“Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang di rumahnya, kecuali shalat fardhu (yang utama adalah dilakukan di masjid).” (HR Bukhari dan Muslim)
Masjid sebagai rumah Allah, khusus untuk kepentingan umat khususnya kegiatan shalat berjamaah. Selain masjid, tempat yang bisa sebagai kegiatan yang kurang lebih sama adalah musholla atau surau.
Jika tidak memungkinkan untuk shalat berjamaah di masjid, mushola atau surau, semua tempat yang suci di muka bumi ini adalah boleh untuk shalat berjamaah.
Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwa Nabi SAW bersabda; “Dijadikan bumi ini untukku sebagai masjid (tempat shalat) dan alat untuk bersuci (pengganti air), maka siapapun dari umatku yang menemui waktu shalat hendaklah ia (segera) shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, rumah sebaiknya terkondisikan dengan ruangan yang selalu suci atau secara khusus menyediakan ruang untuk melakukan shalat berjamaah (mushola keluarga).
[Yazid Subakti]