Ajarkan Amanah dan Tanggungjawab

Ajarkan Amanah dan Tanggungjawab

Parenting – Amanah itu terpercaya ketika dibebani suatu kepercayaan. Amanah berarti mampu mengemban titipan yang diberikan kepadanya sesuai keinginan yang menitipkan.  

  1. Rasulullah mendapat gelar Al Amin  

Rasulullah SAW digelari al-Amin (terpercaya) oleh masyarakat Arab atas kepribadiannya. Gelar ini melekat pada diri Nabi Muhammad SAW jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Pada saat remaja, sudah banyak orang yang mempercayainya. Banyak di antara mereka yang menitipkan barang kepada beliau saat mereka bepergian dalam waktu lama.

Sifat terpercaya yang paling terkenal adalah saat beliau dimintai pendapat oleh masyarakat mengenai siapa yang harus meletakkan batu hitam (Hajar Aswad) di dinding ka’bah. Beliau mampu dengan adil dan bijak memutuskan perselisihan terkait siapa yang paling berhak menempatkan kembali Hajar Aswad pada tempatnya. Orang-orang berseru “Kami ridha dengan keputusan al-Amin (Nabi Muhammad SAW).” 

Gelar al-Amin pada Rasulullah SAW merupakan bukti mulianya perangai beliau SAW, baik saat belum diangkat menjadi nabi dan Rasul maupun setelah menjadi Nabi.

Allah SWT berfirman, 

“Dan sesungguhnya, engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS al-Qalam: 4). 

  1. Menjelaskan kepada anak sifat-sifat al amin 

Mengapa masyarakat begitu percaya kepada Rasulullah sampai-sampai memberikan gelar al amin kepadanya? 

Itu karena sejak masih kecil, ada beberapa kepribadian Rasulullah SAW yang saat itu tidak atau jarang dimiliki oleh anak anak lain di kota Mekkah. 

  • Amanah. 

Amanah itu terpercaya ketika mendapat suatu kepercayaan, juga berarti mampu mengemban titipan yang ia dapatkan sesuai keinginan yang menitipkan.  

Ummul Mukminin Aisyah ra berkata, “Seandainya Rasulullah mau menyembunyikan sesuatu dari apa yang diturunkan Allah kepadanya, pasti beliau akan menyembunyikan firman Allah SWT Surah al-Ahzab (33, ayat 37). (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah mendapat banyak kepercayaan, baik dari manusia maupun dari allah, tetapi tak satupun dari beban itu ia khianati meskipun amat berat. 

  • Rendah hati 

Sebenarnya, Rasulullah berasal dari garis keturunan orang terpandang di kalangan suku Quraisy. Pada zaman itu, orang-orang pada umumnya masih berpikir kesukuan sebagai again dari kebanggaan dan harga diri. Jika mau, bisa saja Rasulullah membanggakan diri dengan kesukuannya itu. Tetapi yang terjadi sebaliknya, beliau bersikap rendah diri dan melayani siapapun yang menjalin hubungan dengannya. 

Anas bin Malik ra menceritakan bahwa suatu hari datang seorang wanita menjumpai Rasulullah SAW dan berkata, ‘Sesungguhnya aku membutuhkan sesuatu darimu (wahai Rasulullah)’.

Lalu Rasulullah menjawab, ‘Pilihlah di jalan mana yang engkau kehendaki di Kota Madinah ini, tunggulah aku di sana, aku akan menemuimu (memenuhi keperluanmu)’. (HR Abu Daud). 

  • Jujur 

Kejujuran nabi Muhammad sudah terkenal sejak kecil. Tidak ada satupun orang yang mengenalnya pernah menyaksikan beliau berbohong ketika berkata. Sifat ini bertahan sampai remaja, bahkan dewasa dan akhir hayat beliau. 

Suatu saat beliau mengumpulkan orang-orang quraisy untuk berkumpul padanya karena ingin menyampaikan sebuah berita. Setelah masyarakat Quraisy berkumpul, beliau bersabda, “Saudara-saudaraku, jika aku memberi kabar kepadamu, di balik bukit ini ada musuh yang sudah siap siaga hendak menyerang kalian, apakah kalian semua percaya? Tanpa ragu mereka menjawab, “Percaya!, Engkau sekalipun tidak pernah berbohong, wahai Al- Amin.”

  • Pemalu untuk hal-hal yang buruk

Di satu sisi Rasulullah adalah seorang pemberani untuk mengatakan kebenaran, tetapi di sisi lain beliau SAW adalah pribadi yang pemalu. Abu Sa’id Al-Khudri ra  menceritakan “Rasulullah SAW itu lebih pemalu daripada gadis dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, niscaya kami dapat mengetahui ketidaksukaan beliau itu dari wajahnya. (HR Bukhari). 

  • Santun. 

Pada umumnya, orang-orang quraisy memiliki jiwa yang keras. Banyak di antara mereka yang kasar dan mudah tersulut amarah. 

Namun tidak demikian dengan pria bernama Muhammad.  Perangai Rasulullah sangat santun, murah senyum dan mudah membantu sesama. 

Suatu ketika, setiap kali Rasulullah pergi ke masjid selalu diludahi seseorang yang tampak membencinya. Di hari yang lain, orang yang meludahinya itu tak tampak lagi karena sakit. Rasul pun bergegas untuk menjenguknya. 

Betapa terharu orang itu, ternyata orang yang pertama kali menjenguknya adalah orang yang selama ini ia benci. 

  1. Melatih tanggung jawab atas suatu tugas 

Semua manusia, laki-laki maupun perempuan, adalah pemimpin yang kelak akan ada pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. 

Setiap pribadi muslim harus tumbuh jiwa tanggung jawabnya. Setiap anak laki-laki kelak akan menjadi suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya, juga menjadi pemimpin kaumnya yang semuanya membutuhkan latihan tanggung jawab sejak dini. Semua anak perempuan kelak akan menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya, serta mempersiapkan diri menjadi pencerah bagi para wanita di kaumnya yang semuanya memerlukan latihan tanggung jawab dari sekarang. 

Anak-anak dan remaja sudah harus menumbuhkan jiwa tanggung jawab agar kelak mereka terbiasa menerima beban amanah.    

  • Membuat peraturan bersama

Sebagian aturan di rumah sebenarnya bisa disusun bersama. Aturan yang ringan dan menyangkut aktivitas harian anak dapat disusun bersama anak. bersama anak, Anda menjelaskan aturan apa saja yang dapat dirumuskan, mengapa perlu aturan tersebut dan meminta kesediaan anak untuk mematuhi aturan tersebut. Jangan lupa membuat sanksi atau ketentuan yang disepakati jika anak ternyata mengingkarinya. 

Contoh aturan ini misalnya tentang batas waktu bermain di luar rumah, saat-saat boleh membunyikan bebunyian di rumah, bagian ruang rumah yang boleh teman-temannya masuki, dan batas jumlah belanja jajan setiap hari. 

  • Tugas menjaga adik

Mengasuh adik adalah tugas kakak sebagai bentuk tanggung jawab kepada adiknya dan membantu meringankan kesibukan orang tua. 

Berikan tugas kepada anak tertua untuk menjaga adiknya dengan pesan-pesan seputar apa saja yang harus ia lakukan selama membersamai adiknya. Misalnya mengganti popok saat basah oleh ompol dan membersihkannya, menenangkan ketika adik menangis, dan menjaga situasi kamar tetap tenang saat adiknya tidur.

  • Memelihara binatang

Memelihara binatang adalah salah satu kebiasaan para nabi. Para sahabat yang tangguh juga banyak yang menggembala hewan ternak.  

Hikmah dari memelihara binatang adalah melatih tanggung jawab atas kehidupan makhluk yang ia pelihara karena bagaimanapun hewannya harus tetap hidup layak. Anak yang memelihara hewan kesayangan atau hewan ternak terlatih tanggung jawabnya untuk menjamin peliharaannya tetap makan dan minum menjaga kebersihan kandangnya, hingga merawat kesehatannya jangan sampai sakit.    

  • Memecahkan masalah sendiri

Semakin bertambah usia, anak harus terdorong untuk memecahkan masalahnya sendiri, mulai dari hal-hal yang paling sederhana menyangkut kebutuhannya. Pada anak menjelang atau di awal-awal akil baligh, ia seharusnya sudah mampu memecahkan masalah pribadi seperti bangun pagi dengan mandiri atau jadwal membersihkan badan dan urusan seputar pelajaran sekolahnya.

Biarkan anak mencuci dan menyetrika pakaiannya sendiri, menyimpan dan memilih jenis wewangiannya sendiri. Jika ada pakaian atau barang milik pribadinya rusak, biarkan ia mengatasinya sendiri. Ia seharusnya sudah memiliki cara untuk mengatasi konflik dengan teman-temannya tanpa bantuan orang tua, dan menemukan metode belajarnya sendiri yang  paling ia sukai.

  • Ajarkan ia mengakui kesalahan dan menerima kekalahan 

Hidup tak selamanya menemukan kebenaran dan beruntung dengan kemenangan. Manusia adalah makhluk tempat salah dan lupa, sehingga suatu saat memang terjerumus dalam kesalahan. Kesalahan bertindak itu terjadi pada siapapun sehingga sesekali berbuat salah adalah manusiawi. 

Anak takut mengakui kesalahan karena menghindari hukuman. Oleh karena itu, jika anak berbuat salah, perlu disampaikan bahwa kesalahan itu bisa diperbaiki dan diusahakan untuk tidak terjadi lagi. Oleh karena itu tidak ada gunanya berbohong atau menuduh orang lain bersalah  untuk menutupi kesalahan sendiri. Mengakui kesalahan secara terbuka, dan keberanian untuk menerima konsekuensinya.  

Pada saat tertentu, anak berkompetisi dengan teman-temannya. Di sekolah, di lingkungan pergaulan, atau di manapun memungkinkan ada persaingan. Dalam persaingan selalu ada yang menang dan kalah. Yang harus siap pada mental anak adalah kesiapan menerima kekalahan jika memang kemenangan belum menjadi haknya.

[Yazid Subakti]