Muliakan dengan Aqiqah

Muliakan dengan Aqiqah

Muliakan dengan aqiqah – Kata ‘Aqiqah’ berarti ‘memutus’ atau memotong. Kata ini semakna dengan kata dzabihah atau nasikah, yang intinya pemotongan atau penyembelihan.

Jadi, Aqiqah berarti “menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah berupa kelahiran seorang anak”.

Sebagai salah satu bentuk ibadah, ada niat dan syarat tertentu dalam melakukan aqiqah. Yang dimaksud niat tertentu adalah, bahwa ibadah ini memang niatnya menyengaja untuk aqiqah, bukan qurban atau penyembelihan untuk tujuan yang lain. Ketentuan lainnya adalah adanya keharusan menyebut nama si bayi saat menyembelih. Jadi, sunnah untuk membaca ‘bismillah’ ketika menyembelih dan mengucapkan “ya Allah untuk-Mu dan kepada-Mu aqiqah si fulan (nama bayi)”.

Dalam hadits dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk Hasan dan Husain, dan beliau mengatakan: ucapkalnlah (ketika menyembelih) bismillah, Allahu akbar, ya Allah ini milik-Mu dan untuk-Mu, ini aqiqah si fulan (menyebut nama bayi) (HR. Al-Baihaqi)

  1. Sangat dianjurkan

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum aqiqah. Sebagian menyatakan wajib, sunnah muakkadah, dan sebagian yang lain menyatakan mubah atau tidak menjadi syariat.

Ulama yang berpendapat wajib adalah para penganut madzhab Zhahiriyah. Mereka ini adalah Buraidah ibn al- Hushaib, Hasan al-Bashri, Abu az-Ziyad, dan Daud Adz-Dzahiri. Sementra itu yang berpendapat bahwa aqiqah hukumnya sunnah muakkadah adalah para ulama dari madzhab Syafiiyah dan sebagian besar ulama di kalangan Hanabilah.

Sebagian ulama menghukumi Mandub pada akikah, artinya aqiqah menjadi anjuran tetapi derajat penganjurannya tidak sekuat sunnah. Ulama yang berpendapat demikian berasal dari penganut madzhab Malikiyah.

Para ulama dari madzhab Hanafiyah menganggap aqiqah adalah mubah. Artinya, aqiqah boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan.

Yang pasti, melakukan aqiqah tetap baik. Begitu dianjurkannya, imam Ahmad sampai menyarankan agar orang tua yang tidak mampu membeli kambing tetap mengusahakannya dengan berhutang, asalkan masih ada harapan bisa membayar hutangnya.

  1. Waktu Aqiqah

Penyembelihan hewan aqiqah adalah hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Namun ulama dari madzhab Syafi’i dan hambali membolehkan sejak bayi terlahir. Jadi, Anda boleh melakukan aqiqah dan sah tanpa harus menunggu usia bayi tujuh hari. Namun para ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa aqiqah hanya boleh pada hari ketujuh. Hari ketujuh inilah nilai kesunnahan aqiqah menurut mereka. Ulama lain berpendapat bahwa boleh.

Pendapat yang paling kuat adalah bahwa hari ketujuh kelahiran bayi merupakan hari anjuran aqiqah. Hanya saja sebagian berbeda pendapat tentang sampai kapan hari-hari setelah ketujuh itu masih diperbolehkan jika tepat pada hari ketujuh tidak memungkinkan melakukannya.

  1. Hewan untuk aqiqah

Para ulama berbeda pendapat tentang jenis hewan untuk aqiqah. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah hanya boleh dengan kambing. Yang berpendapat seperti ini adalah sebagian kecil dari ulama kalangan Malikiyah. Sementara yang lain membolehkan selain kambing, asalkan masih masuk kategori hewan ud-hiyah (hewan qurban, kambing, sapi dan unta). Sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa karena aqiqah adalah sembelihan, maka semakin besar semakin baik. Unta lebih baik dari sapi, dan sapi lebih baik daripada kambing.

Hewan apapun disembelih untuk aqiqah disyaratkan dalam keadaan utuh. Ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW,

Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk Hasan dan Husain satu kambing satu kambing. Dalam riwayat yang lain: untuk anak perempuan satu ekor kambing dan untuk anak laki-laki dua ekor kambing (HR. Abu Daud)

  1. Jumlah Hewan Aqiqah

Ada ulama yang menyamakan jumlah hewan aqiqah untuk kambing (atau domba), yaitu sama-sama satu ekor. Tetapi sebagian ulama menyatakan harus dua ekor untuk bayi laki-laki.

  • Satu Kambing

Aqiqah dengan menyembelih satu ekor kambing saja, baik untuk bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Ini adalah pendapat ulama dari madzhab Hanafiyah dan Malikiyah. Mereka mendasarkan pada hadis riwayat Abu Dawud,

“Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk Hasan dan Husain masing-masing satu kambing” (HR. Abu Daud)

  • Dua kambing untuk bayi Laki-laki dan satu kambing untuk bayi perempuan

Untuk bayi laki-laki, aqiqahnya adalah menyembelih dua ekor kambing, sedang bayi perempuan cukup satu ekor saja. Ini adalah pendapat dari para ulama madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah. Namun dua ekor kambing untuk bayi laki-laki bukanlah keharusan. Jadi, sunnahnya seorang anak laki-laki tunaikan aqiqahnya dengan dua ekor kambing, tapi jika anak laki-laki dengan seekor kambing itu aqiqahnya tetap sah.

  1. Yang melakukan aqiqah

Orang yang seharusnya menunaikan aqiqah adalah orang yang menanggung nafkah bayi, yaitu ayahnya dan biaya aqiqah murni dari harta orang yang menafkahinya itu, bukan harta si anak. Jika ayahnya sudah meninggal atau pergi dan dalam waktu lama tidak memungkinkan untuk datang, penyembelihan boleh oleh orang lain.

Penyembelihan aqiqah juga boleh oleh kakeknya atau siapapun yang ayah bayinya percaya jika sang ayah merasa tidak mampu melakukannya sendiri. Ini seperti peristiwa aqiqaqhnya hasan dan Husain cucu Rasulullah SAW, yang melakukan aqiqah adalah kakeknya, yaitu rasulullah SAW.

Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk hasan dan Husain,(masing-masing) satu ekor kambing satu ekor kambing. (HR. Abu Daud)

Dalam hadis tersebut, yang melakukan aqiqah adalah Rasulullah SAW, padahal ayah hasan dan Husain, yaitu Ali ra masih hidup. Alasannya adalah pada waktu itu nafkah Hasan dan Husain sejak awal memang sudah menjadi tanggungan Rasulullah SAW. Alasan lain, Rasulullah SAW melakukan aqiqah untuk keduanya karena atas izin Ali sebagai bapaknya.

Pendapat para ulama penganut madzhab hanabilah sedikit berbeda dalam hal ini. Menurut mereka, aqiqah hanya boleh dilakukan oleh ayah bayi kecuali jika ayahnya sudah meninggal.

  1. Syarat hewan dan pengolahan Aqiqah

Hewan aqiqah adalah hewan sembelihan yang baik dan sehat. Pilih kambing atau domba seperti yang menjadi syarat dalam Qurban, yaitu sehat, tidak cacat, dan memasuki usia yang cukup layak untuk sembelih. Tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya bisa menjadi sebagai hewan aqiqah atau kurban. Akan tetapi yang lebih utama adalah hewan jantan karena selain dagingnya lebih banyak, juga untuk melindungi kelangsungan reproduksi hewan betina.

Setelah sembelih, daging aqiqah sebaiknya bagikan dalam bentuk sudah siap makan. Cara memasak yang disunnahkan adalah secara utuh (dilepaskan tulangnya di setiap persendian) dan tidak menghancurkannya. Disunnah memasak semua daging aqiqah, baik yang dikonsumsi sendiri maupun yang dibagikan.

Sebagian pendapat membolehkan berbagi daging aqiqah berupa daging mentah. Jadi, setelah sembelih, daging bagikan (sedekahkan) langsung dalam bentuk masih mentah. Yang berpendapat seperti ini adalah sebagian dari ulama madzhab Hanafiyah.

  1. Cara menyelenggarakan aqiqah

Tidak ada ketentuan mengenai acara atau ritual khusus untuk menyelenggarakan aqiqah. Aqiqah diselenggarakan dengan cara yang paling mudah, tetapi tetap memenuhi ketentuan yang diyariatkan.

  • Potong hewan qurban dengan cara penyembelihan yang sesuai syariat. Doa yang diajarkan oleh rasulullah saat menyembelih adalah: “Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin”. Artinya: “Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad” (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud)
  • Orang yang menyembelih sebaiknya adalah ayah si bayi, tetapi boleh diwakilkan kepada orang lain jika ia tidak berkemampuan melakukannya.
  • Daging aqiqah bagikan dalam keadaan matang (sudah masak dan siap konsumsi). Ini seperti Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh” (HR al-Baihaqi)
  • Adakan jamuan atau selenggarakan walimah dengan mengundang tetangga dan kerabat untuk datang ke rumah sambil perkenalan nama bayi.
  • Sisakan sebagian masakan daging aqiqah untuk tetangga atau fakir miskin yang tidak hadir dalam perjamuan makan. Antarkan jatah ini ke rumah mereka sambil mengabarkan kelahiran dan nama bayi yang aqiqah.

[Yazid Subakti]