Mengenalkan Itikaaf

Mengenalkan Itikaaf

Parenting – Itikaaf berasal dari kata ‘akafa yang berarti al habsu, yaitu mengurung diri, tinggal, atau menetap. I’tikaf secara bahasa adalah berdiam di suatu tempat dan mengikat diri kepadanya.

  1. Apa itu itikaf?

Menurut Syaikh Wahbah Az Zuhaili, i’tikaf adalah berdiam dan bertaut pada sesuatu, baik maupun buruknya secara terus menerus. Secara istilah, itikaf adalah berdiam diri dan menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

I’tikaf dapat kapanpun, tetapi yang paling banyak keutamaannya adalah pada sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan. Jadi, I’tikaf dalam bahasan ini adalah I’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Anak-anak harus kenal sunnah ini, karena mengandung banyak kemuliaan dan keutamaan di dalamnya. 

  1. Hukum I’tikaf

Ada I’tikaf wajib, dan ada I’tikaf yang sifatnya sunnah. Itikaf wajib adalah i’tikaf seseorang karena kewajibannya, misalnya karena nadzar. Contohnya seseorang yang pernah mengatakan, “Jika aku jadi pilot nanti, aku bernadzar akan beri’tikaf selama tujuh hari.” Suatu saat ketika ia benar-benar menjadi pilot, kata-kata ini membuat yang mengatakan wajib menunaikan I’tikafnya.

Jadi, wajibnya I’tikkaf ini bukan karena hokum asal itikaf, melainkan karena nazarnya. Rasulullah SAW bersabda,

Barangsiapa yang telah bernazar akan melakukan suatu kebaikan pada Allah, hendaklah dipenuhi nazar itu.” (HR. Bukhari)

Nazar harus lunas ketika apa yang ternazarkan benar-benar terjadi, bahkan meskipun nazarnya itu pada masa jahiliyah. Umar bin Khattab ra pernah mengalaminya.

Umar bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, dulu aku di masa jahiliyah pernah bernazar untuk beritikaf satu malam di masjidil haram.” Rasulullah lantas bersabda, “Maka penuhilah nadzarmu itu.” (HR. Bukhari)

Itikaf sunnah adalah itikaf secara sukarela untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT seperti beri’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan. Hukum itikaf seperti ini adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat menjadi anjuran.

  1. Keutamaan Itikaf

Semua yang menjadi kebiasaan Nabi adalah sebaik-baik perbuatan.  I’tikaf adalah salah satu kebiasaan Nabi yang mengandung banyak keutamaan. 

  • Menjaring pahala 

Itikaf di dalam masjid pada bulan Ramadhan. Diamnya seorang mukmin di masjid dalam rangka berzikir dan mendekatkan diri kepada Allah adalah ibadah. Saat bangkit, ia mengisi waktunya dengan shalat, tilawah, atau berdoa. Biasanya di acara itikaf juga ada ta’lim mengkaji kitab atau ilmu syariah sehingga menambah kebaikan itikaf. 

Karena di bulan ramadhan, maka pahala ibadah ini akan lebih besar daripada amal yang sama pada bulan-bulan biasa. 

  • Sunnah Rasul

Rasulullah terbiasa melakukan I’tikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan. Oleh karena itu, perbuatan  ini adalah sunnah Rasulullah. Beliau tidak pernah meninggalkannya. Bahkan di Ramadhan terakhir sebelum wafat, Rasulullah beri’tikaf selama 20 hari.

Kebasaan ini terus berlangsung pada zaman  para sahabat Nabi, tabiin, tabiut tabiin, hingga para ulama. 

  • menggapai keutamaan lailatul qadar

Di bulan Ramadhan ada satu malam yang keutamaannya lebih daripada seribu bulan. Malam itu adalah lailatul qadar. 

Datangnya lailatul qadar adalah rahasia Allah. Tetapi para ulama berpendapat bahwa peluang datangnya malam lailatul qadar ada di bulan ramadhan di sepertiga malam terakhirnya, terutama pada malam-malam ganjil. 

Untuk mendapatkan keutamaan lailatul qadar, manusia bisa memburunya dengan cara mengisi malam penuh ibadah agar mendapat pahala ibadah yang melebihi seribu bulan. 

  • I’tikaf adalah kebiasaan Rasulullah SAW dan isterinya 

Setiap datang sepertiga terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersiap untuk tinggal di masjid. Beliau SAW tidak pernah meninggalkan I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan ini. Setelah beliau wafat, para istri melanjutkan kebiasaan ini. 

Dari Aisyah ra. bahwa Nabi SAW biasa i’tikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sesudah beliau wafat.” (HR. Bukhari)

Ini adalah alasan kuat bahwa para wanita pun dianjurkan melakukan i’tikaf di masjid. 

  1. Waktu dan tempat Itikaf

Setiap aktifitas berdiam diri di masjid dapat bermakna I’tikaf. Tetapi I’tikaf yang kita maksudkan di sini adalah tinggal di masjid di bulan suci Ramadhan.

  • Itikaf Ramadhan

Pada sepuluh hari terakhir setiap datang bulan Ramadhan, yaitu mulai hadir berdiam di  masjid ketika matahari terbenam pada malam ke-21 (atau ke-20 jika Ramadhannya 29 hari) sampai habisnya bulan Ramadhan. Jadi, itikaf berakhir saat matahari terbenam malam satu syawal atau pada malam takbir hari raya Idul Fitri. 

  • Tempat Itikaf

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa tempat itikaf adalah di masjid. Tidak sah melakukan itikaf di mushala atau surau, juga tidak sah melakukannya di dalam rumah meskipun dengan aktivitas ibadah yang padat.

Masjid yang menjadi tempat i’tikaf adalah masjid yang di dalamnya didirikan salat Jumat, dan sifatnya terbuka untuk umum (bukan masjid pribadi seseorang atau keluarga tertentu). Namun beberapa ulama membolehkan itikaf di masjid mana saja yang pernah didirikan salat berjamaah.  

  1. Apakah wanita juga itikaf?

Tidak ada larangan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf, baik sendiri maupun bersama suaminya. Jika ia sendiri tanpa mahram, maka ia harus mendapat ijin dari wali atau suaminya dan memastikan bahwa tempat itikafnya  aman dari fitnah. 

‘Aisyah ra mengatakan, “Nabi SAW melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan sampai Allah mewafatkan beliau. Kemudian para istri beliau beri’tikaf setelah beliau meninggal.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang lain bahkan membolehkan wanita sedang istihadhah untuk melakukan itikaf. 

Dari ‘Aisyah ra; beliau mengatakan, “Salah seorang istri Nabi SAW yang sedang istihadhah beri’tikaf bersama beliau SAW. Terkadang wanita ini melihat darah kekuningan dan darah kemerahan ….” (HR. Bukhari)

  1. Itikaf sekeluarga. 

Itikaf sekeluarga dapat menjadi pendidikan ruhiyah yang baik bagi seluruh anggota keluarga. Ayah memimpin dan menentukan, ibu mempersiapkan, dan anak-anak mengikuti dari awal hari sampai akhir. 

  • menyiapkan perlengkapan 

Perlengkapan yang paling penting saat itikaf adalah alat atau pakaian salat. Jika anda terbiasa salat dengan sajadah, maka sajadah adalah perlengkapan lain selain mukena, sarung, peci atau surban. Sebaiknya perlengkapan ini tidak hanya satu lembar agar suatu saat ketika kotor bisa berganti. 

  • Mushaf Al Quran 

Selama itikaf, jamaah dianjurkan banyak-banyak membaca Al-Quran. Oleh karena itu benda yang harus dibawah adalah mushaf Al Qur’an. Jenis mushaf yang dibawa adalah yang paling nyaman atau terbiasa dibaca. Untuk jamaah yang tidak memahami bahasa arab, baik juga membawa mushaf yang ada terjemahannya agar dapat membaca sambil merenungi artinya. 

  • Pakaian 

Pakaian beberapa setel dan penggantinya harus dibawa selama itikaf, yaitu pakaian yang sopan dan menutup aurat, tidak mengganggu jamaah lain dan bersih. 

  • Perlengkapan tidur 

Diperbolehkan tidur di masjid selama melakukan itikaf. Untuk itu, dianjurkan membawa jaket atau pakaian penghangat badan untuk menjaga kemungkinan datangnya hawa dingin. 

  • Peralatan kebersihan 

Dianjurkan tetap menjaga kebersihan selama itikaf. Oleh karenanya, sekumpulan alat yang dibawa adalah sabun mandi, sampo, pembersih muka bila perlu, sikat gigi beserta pastanya, dan handuk.

 

[Yazid Subakti]