Hakikat nikah – Menurut para ahli ilmu usul fiqih dan bahasa, kata nikah digunakan secara haqiqah (arti sebenarnya) untuk arti hubungan intim, dan secara majaz (kiasan) untuk arti akad. Sekiranya kata nikah tertera di dalam Al-Qur’an dan sunah tanpa adanya indikasi lain maka maksudnya adalah hubungan intim. Sebagaimana dalam firman Allah SWT yang artinya,
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (an Nisaa’: 22).
Oleh karena itu, perempuan yang sudah bersetubuh oleh seorang ayah haram untuk seorang anak menikahinya. Maksudnya semua keturunannya. Pengharaman atas semua keturunan ini telah ada dalam teks Al-Qur’an. Adapun pengharaman perempuan yang nikah dengan akad yang benar atas semua keturunan merupakan ijma’ para ulama. Seandainya dia berkata kepada istrinya, “Jika aku menikahimu maka kamu aku ceraikan.” Syarat dalam kalimat tersebut berkaitan dengan hubungan intim. Demikian juga jika ia menalaq ba’in istrinya tersebut sebelum berhubungan intim, kemudian ia menikahinya lagi, maka si istri secara otomatis terceraikan setelah terjadi hubungan intim, bukan sekadar terjadinya akad nikah.
Adapun nikah dengan perempuan asing maka yang dimaksud dengan kata “nikah” tersebut adalah akad nikah, karena berhubungan intim dengannya diharamkan secara syariat. Dengan demikian makna nikah di situ bukanlah hakikat, melainkan maiaz.
Kata “nikah” di dalam bahasa Arab, menurut para ahli fiqih, dari para senior empat madzhab merupakan kata yang penggunaannya secara haqiqah (sebenarnya) dalam mengungkapkan makna akad, sedangkan penggunaan secara majaz (kiasan) ketika mengungkapkan makna hubungan intim. Karena itu sudah masyhur di dalam Al-Qur’an dan hadits. Az-Zamakhsyari dari kalangan ulama madzhab Hanafi berkata, “Di dalam Al-Qur’an tidak ada kata nikah yang berarti hubungan intim, kecuali firman Allah SWT yang artinya, “Hingga dia kawin dengan suami yang lain.” (al Baqarah: 230) Itu karena ada hadits sahih yang berbunyi,
“Hingga kamu merasakan air spermanya.“
Maksudnya adalah akad nikah. Sedangkan makna hubungan intim datang dari hadits di atas.