Banyak orang mengaku mengenal Allah, tetapi mereka tidak cinta kepada-Nya. Buktinya, mereka masih melanggar perintah dan larangan-Nya. Itu karena mereka tidak benar-benar mengenal Allah.
Kita menginginkan anak-anak kita mengenal Allah dengan sebenarnya, yaitu pengenalan yang membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan taat dengan penuh ketundukan hanya kepada-Nya.
Mengenalkan Nama Allah
Nabi Adam belajar dari nama-nama, karena nama adalah identitas pertama akan keberadaan sesuatu. Maka, yang awa-awal diajarkan kepada anak adalah juga tentang nama Allah.
Jadi, kita membimbing anak untuk beriman kepada Allah beserta nama-nama-Nya.
Pertama, nama Allah itu sendiri dengan lafadz jalaalah. Ajarkan anak mengucapkan lafal Allah dengan pengucapan yang benar, mantap, dan nyaman. Menyebutnya dengan makhraj atau artikulasi yang benar, bukan memberi contoh penyebutan dengan dialek yang terlanjur salah dan diterus-teruskan. Juga bukan menyebutkan istilah penggantinya; misalnya “Yang di atas” atau “Yang Kuasa”. Penyebutan dengan kata pengganti seperti ini mencerminkan keraguan menyebut Allah, seolah ada jarak di hati dengan Allah.
Kedua, nama-nama Allah yang merupakan sifat diri-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi.
“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Al-A’raf: 180).
Nama-nama Allah ini terkenal dengan istilah al asmaul husna. Kenalkan anak-anak dengan asmaul husna sejak dini, melalui pengucapan yang diulang-ulang atau bahkan dilagukan.
Mengenalkan kekuasaan Allah
Maksudnya adalah meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, dan memelihara semua ciptaan-Nya. Allah juga yang memberi rizki, mendatangkan manfaat dan dan meniadakan mudharat, serta menentukan apapun yang Dia diciptakan.
Si kecil mungkin suka berkhayal dan mempercayai hal-hal mistis yang pernah ia dengar dari teman-temannya. Mungkin, ia berkhayal bahwa mimpi tertentu dapat menimbulkan datangnya bahaya, ada pohon atau tempat tertentu yang keramat. Juga, ia mungkin terpengaruh dengan cerita-cerita khayalan tentang tokoh fiktif sang peri yang dapat mengabulkan permintaan orang teraniaya.
Ini adalah kesempatan untuk menjelaskan bahwa tidak ada yang berkuasa atas semua kejadian kecuali Allah. Yang menguasai nasib manusia atau yang menguasai pohon atau tempat tertentu adalah Allah. Agar tidak terpengaruh pikiran yang membahayakannya, jauhkan si kecil dari dongeng yang membawa hayalnya ke alam mistik. Misalnya dongeng tentang peri, kisah manusia sakti, atau cerita-cerita mitos yang.
Saat si kecil sakit, yakinkan bahwa Allah berkuasa menyembuhkan. Ia dapat bernafas meskipun tidur dalam keadaan tidak sadar. Itu karena Allah menjalankan nafasnya. Ajaklah ia meraba dadanya untuk merasakan detak jantungnya. Jantung adalah pusat kehidupan. Dalam keadaan tidak sengaja dan tanpa usahanya, jantung itu tetap dan terus berdenyut. Itu semua oleh Allah, sebagai tanda bahwa Allah benar-benar berkuasa.
[Yazid Subakti]