Mengajarkan Ilmu Fiqih Lebih Jauh

Mengajarkan Ilmu Fiqih Lebih Jauh

Parenting – Mengajarkan ilmu fiqih dengan lebih dalam kepada si kecil sangat penting, mulai dari yang paling dasar namun wajib.

  1. Mengajarkan taharah 

Taharah adalah ilmu yang paling awal harus anak pahami karena bersuci merupakan syarat sahnya salat, sedangkan salat sudah harus ia kerjakan sejak usianya 7 tahun. Pada masa awal-awal ia mengenal salat sebelum 7 tahun, ia hanya sekedar bersemanat dan merasa suka melakukannya. Saat usianya telah melebihi 7 tahun, ia harus  memahami tata cara taharah yang benar. 

  • Mengenalkan berbagai macam najis dan cara mensucikannya 

Ada berbagai macam pembagian najis berdasarkan sifatnya, yaitu najis berat, najis sedang, dan najis ringan. Anak harus menyadari ini semua dan mengetahui bahwa keberadaan benda najis kadang tidak manusia ketahui sehingga tidak sengaja manusia bersentuhan dengannya. Anda dapat berpesan kepadanya untuk berhati-hati bertindak karena najis bisa ada di mana-mana dan tanpa sengaja ia mengenainya. Hanya karena kurang disiplin atau kurang menjaga diri, seseorang bisa batal ibadahnya karena ternyata tubuhnya terkena najis. Oleh karena itulah manusia dianjurkan selalu menjaga diri dan bersikap hati-hati. 

  • Mengenalkan berbagai bentuk hadats dan cara bersuci 

setiap orang akan berhadats, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil harus dihilangkan dengan cara mensucikannya melalui kegiatan berwudhu. Terutama pada saat hendak melakukan salat atau ibadah lain menghadap Allah. Untuk tetap berada dalam kesucian dari hadats kecil, seseorang harus menjaga sikap nya agar tidak mudah batal hanya karena kurang dapat mengontrol diri untuk buang air, buang angin, atau tidur di sembarang waktu dan tempat. Jadi, salah satu hikmah menjaga hadtas kecil ini adalah anak menjadi disiplin dan hidup penuh kehati-hatian. 

Hadats besar kenalkan kepada anak, terutama yang berhubungan dengan proses reproduksi. Ini perlu, terutama sebagai persiapan anak menghadapi masa akil baligh. Menjelang masa pubernya, anak harus sudah mengetahui bahwa haid, keluarnya mani, tau kegiatan berhubungan suami isteri menyebabkannya berhadats besar dan mengharuskan manusia mandi. Ia akan mengalami mimpi basah bagi laki-laki dan haid bagi perempuan, yang berarti menanggung hadats besar dan mengharuskannya mandi janabah. 

  • Mengenalkan berbagai macam benda untuk bersuci dan cara menggunakannya 

Tidaklah sah bersuci, kecuali menggunakan benda bersuci yang diperbolehkan. Kenalkan anak pada air sebagai benda utama bersuci, bahwa ternyata air dibagi dalam beberapa jenis sesuai statusnya; ada air suci dan mensucikan, air suci tetapi tidak menyucikan, dan air yang tidak suci alias najis. Kenalkan pula bahwa dalam keadaan tidak terdapat air, benda lain seperti debu boleh untuk bersuci.  

Pengetahuan mengenai benda untuk bersuci dan syaratnya agar bisa bersuci ini mengandung pesan agar ia tidak berbuat sembarangan terhadap air dan benda di lingkungannya. Dengan perlakuan yang kurang hati-hati, air dan benda-benda di sekelilingnya ternyata bisa berubah status menjadi tidak lagi bisa digunakan untuk bersuci.    

  • Mengenalkan hukum fiqih 

Lima hukum fiqih oleh para ulama sebagai pedoman berhukum ketika manusia menjalankan ibadah dan kegiatan muamalah yang statusnya berbeda-beda di hadapan Allah. Ada benda atau kegiatan yang hukumnya wajib dengan akibat datangnya pahala jika melakukannya dan dosa atau siksa Allah jika tidak melakukannya. Ada hukum sunnah yang mendatangkan pahala Allah tetapi tidak dosa jika meninggalkannya, ada hukum mubah yang manusia boleh melakukan atau meninggalkannya, ada hukum makruh yang sebaiknya dihindari karena Allah membenci jika manusia melakukannya, dan ada hukum haram atau terlarang yang manusia mendapatkan dosa jika melakukannya dan mendapat pahala jika meninggalkannya. 

Jadi, anak paham bahwa perbuatan manusia di hadapan Allah ternyata mendatangkan respon yang tidak sama. Ini penting untuk memotivasi anak agar menyadari keharusannya mendahulukan perbuatan yang wajib dan bersemangat menjalankan sunnah-sunnah. Serta berhati-hati untuk tidak terjerumus dalam perbuatan makruh dan haram. Tuntas melaksanakan hal-hal wajib dan memperbanyak sunnah adalah peluang surge. Sedangkan kelalaian yang membuatnya melakukan perbuatan makruh dan haram dapat menjerumuskannya ke dalam neraka. 

  1. Menjelaskan kaifiyah ibadah sesuai sunnah dan beberapa pilihannya

Kaifiyah ibadah boleh jadi belum anak ketahui, meskipun ia sudah terbiasa melaksanakan ibadah. Anak-anak kecil yang salat berdasarkan rasa senang, biasanya belum mengenal kaifiyah salat sehingga ia kadang berlarian dan tidak menunaikan salatnya dengan sempurna. 

Sampaikan pengetahuan kaifiyah salat, sebab mengetahui kaifiyah merupakan salah satu syarat ibadah. Artinya, orang yang melakukan kegiatan ibadah tanpa mengetahui kaifiyah dipastikan tata cara salatnya tidak benar sehingga berisiko tertolak di hadapan Allah. Padahal, saat akil balig datang, anak harus menanggung sendiri perbuatannya. 

Yang sangat penting untuk dipahamkan kepada anak adalah bahwa kaifiyah ibadah bisa berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, disebabkan adanya beberapa pilihan tata cara yang juga berbeda. Tata cara ibadah yang Imam Ahmad rumuskan terdapat perbedaan dengan Imam Syafii, Imam Hanafi dan Imam Malik.  Perbedaan ini biasanya tidak terlalu mendasar. 

Fiqih memang memungkinkan adanya beragam perbedaan, tetapi itu semua merupakan pilihan agar umat manusia dapat menyesuaikan mana yang paling ia yakini. Jika ia belum sampai pada kemampuan memilih, orang tua dapat mengarahkannya untuk memilih sepert pilihan orang tua.   

  1. Mengirim anak pada majelis kajian ilmu fiqih

Dulu, ibunda Imam Syafi’i bersabar mengirim putranya untuk belajar ilmu ke majelis demi majelis yang jaraknya amat jauh, berbulan dan tahun tidak bisa saling bertemu. Beliau khusyu’ mendo’akan Imam Syafi’i hingga meneteskan air mata.

Ketika Imam Syafi’i hendak pergi ke Madinah yang akan menjadi tujuannya menuntut ilmu, sang Ibu melepasnya dengan meyakinkan putranya bahwa Allah akan memberinya kemudahan.

Allah bersamamu. Insya Allah engkau akan menjadi bintang paling gemerlap di kemudian hari. Pergilah, ibu telah ridha melepasmu

Itu sepenggal kisah perginya Imam Syafii ketika menuntut ilmu. Mereka berpisah demi ilmu, menitipkan kepada Allah apapun yang akan terjadi.  

Rasulullah SAW bersabda,

Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air.” [HR Muslim]

Orang tua harus ega merelakan anak, jika suatu saat, bahkan saat ini, anak harus pergi jauh demi menuntut ilmu. 

Sampaikan pesan kepada anak mengenai pentingnya  menguasai ilmu fiqih. Mungkin saja anak harus masuk ke pesantren dan tinggal di sana bertahun-tahun demi penguasaan ilmu. Dan harus menerima kenyataan perpisahan yang membuatnya bersedih. Ini adalah perpisahan sementara, untuk semua pertemuan kelak yang membahagiakan. 

Rasulullah SAW mengingatkan,

Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk mengharapkan wajah Allah, namun ternyata ia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan satu tujuan dunia, maka ia tidak akan mencium wanginya surga pada hari kiamat.” (HR Abu Daud)

 

[Yazid Subakti]