Parenting Al-Kautsar – Pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membincangkan makna mendidik bayi dalam rahim.
1. Awal mula
Asal mula terbentuknya keluarga adalah saat seorang laki-laki bertemu dengan wanita unuk secara halal menjalani ikatan pernikahan. Dari sini sebenarnya pendidikan bayi dalam rahim sudah mulai, yaitu memilih jodoh dan menikah dengan niat yang benar dan sesuai ketentuan syariat Allah. Dari ikatan ini, Allah memberikan amanah berupa anak untuk mendidik dan membinanya menjadi salih hingga dewasa.
Sejarah pendidikan pranatal telah ada sejak zaman nabi Zakariya as. Seorang hamba yang salihbernama Imra dan isterinya telah lama menunggu lahirnya keturunan. Ketika menanti kelahiran buah hatinya, isteri Imran mengucapkan do’a sebagaimana dalam surat Ali Imran ayat 35:
Artinya: “(ingatlah), ketika istri Imran berkata; “Ya Tuhanku, sesungguhnya Aku bernadzar kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar lagi Maha mengetahui” (QS. Ali Imran, 3:35)
Ada setidaknya empat makna penting yang tersirat dari doa yang terucap dari isteri Imran untuk bayi dalam kandunganya ini.
Pertama, ketergantungan kepada Rabb. Isteri Imran menyebut Tuhannya dengan “Rabbi” sebagai bukti bahwa ia berketergantungan kepada Allah, Rabb yang menciptakan. Ini adalah ekspresi tawakal dia, rasa yakin dan ketundukan bahwa apapun yang terjadi berada dalam kekuasaan Allah. Wanita itu memahami bahwa tidak ada dzat yang menentukan keselamatan, kebaikan, dan masa depan bayi dalam kandungannya kecil hanya Allah. Maka dia pun mengungapkan segala keinginan, permintaan dan harapan itu kepada-Nya, bukan kepada makhluk.
Kedua, nadzar kebaikan. Nadzar adalah ikrar yang bermuatan janji ata tekad untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Di zaman itu, ketika seseorang akan bersungguh meminta atau berharap, ia tidak akan segan untuk bernazar sebagai bentuk ungkapan rasa syukurnya. Jika isteri Imran sampai bernazar kepada Allah, itu karena ia sangat gembira dengan datangnya kehamilan yang ia kandung. Ia bernazar bahwa anak yang ia kandung kelak akan menjadi pengabdi di baitul Maqdis agar dapat fokus beribadah kepada-Nya.
Ini adalah nadzar yang sangat mulia. Sebuah Janji dan keinginan kuat yang serta kesedaran bahwa bayi dalam rahimnya itu adalah seorang hamba milik Allah yang memang mendapat perintah untuk beribadah kepada-Nya. Keluarga Meran tau diri, dan meletakkan kebahagiaan pada ketaatan menyembah-Nya.
Ketiga, kesungguhan memohon. Fataqabbal minni, begitu kata isteri Imran memohon dengan serius kepada Allah. Ketika berdoa, ia benar-benar sedang menghadap Alla SWT dengan menghadirkan hati untuk memohon. Inilah pangkal kesungguhan mengemban amanah kehamilan sehingga apapun yan terjadi ia akan bertanggungjawab terhadapnya.
Keempat, merasa yakin dan memuji Allah. di alimat terakhir,ister Imran mengungkapkan ekspresi yakni dengan memuji Allah sebagai dzat As Sami’ (Maha mendengar) dan Al ‘Alim (Maha Mengetahui). Ia meyakini bahwa Allah mendengar doanya, juga melihat keadaannya sehingga Dia berkuasa menentukan takdir paling baik sesuai kehndak-Nya.
2. Maksud pendidikan dalam rahim
Merujuk pada teorinya, pendidikan berasal dari kata ‘didik’ yang berarti memelihara dan memberi latihan. Ia juga bermakna ajaran, tuntutan, pimpinan atau bimbingan mengenai akhlak, perilaku, dan kecerdasannya.
Apakah itu semua kita lakukan saat bayi masih di alam rahim?
Pendidikan bayi di alam rahim sering disebut pendidikan prenatal. Artinya, semua perlakuan kepada bayi atau janin yang ada sebelum kelahirannya, dengan maksud mendidiknya. Perlakuan ini bisa berupa kegiatan pemberian rangsangan (stimulasi) kepada janin dan mengkondisikan lingkungannya, melalui perbuatan dan pembiasaan ibu, perkataan atau perlakuan ayah atau anggota kelurga lain yang memmungkinkan.
Untuk apakah janin diperlakukan demikian dalam rahimnya?
Perlakuan ini bertujuan untuk merangsang kecerdasan janin dan pembentukan ikatan batin dengan orang tuanya. Pokok pelajaran dasar dalam pendidikan pranatal ini meliputi cinta atau kasih sayang, kerjasama, keimanan atau tauhid, ibadah dan ketaatan, akhlak, dan peningkatan kecerdasan.
Jadi, rangsangan untuk bayi dalam kandung tidak semata dimaksudkan agar bayi lahir jenius. Sebab kejeniusan saja tidak cukup bagi seorang muslim untuk menjadi pribadi unggul pembawa kebaikan dunia dan akhiratnya.
[Yazid Subakti]