Aturan Aqiqah Dalam Perspektif Agama Islam

Aturan Aqiqah memang telah diatur dalam agama islam dengan berbagai aturan yang sudah tertulis. Namun sebelum mengupas beberapa tema penting ada baiknya untuk mengerti arti dari aqiqah itu sendiri. Mempunyai anak merupakan hal yang menggembirakan bagi orang tua. Pun menjadi tujuan dari berumah tangga adalah memiliki anak yang sudah pasti meneduhkan hati. Menjadi orang muslim, setiap anak yang lahir, didalam keluarga sudah pasti mempunyai kewajiban yang wajib dipenuhi dan didahulukan. Pada intinya, setiap orang yang mempunyai anak mempunyai kewajiban guna melaksanakan aqiqah terhadap buah hati mereka.

Aturan Aqiqah

Didalam agama islam juga telah diinformasikan secara mendetail mengenai aturan aqiqah yang sudah pasti dapat digunakan sebagai pedoman. Maksud aqiqah diketahui menjadi salah satu wujud amalan kepada Allah SWT atas lahirnya seorang buah hati, baik anak laki-laki ataupun perempuan. Sedangkan untuk aqiqah atau Al aqiqah sendiri adalah hewan yang dikurbankan hanya kepada Allah dengan proses menyembelih hewan tersebut. Intinya, dengan melaksanakan aqiqah merupakan salah satu bentuk negoisasi diri dan ucapan rasa syukur kepada kenikmatan Allah. Dari segi bahasa, Aqiqah berasal dari kata ‘aqqu yang berarti potong. Nah dari kata potong disini terdapat dua jenis arti yaitu memotong dalam artian memangkas rambut buah hati yang hendak diaqiqah. Berbeda dengan maksud kata potong yang kedua yaitu menyembelih hewan kurban yang hendak diaqiqahkan. Lalu bagaimana arti aqiqah dari perspektif islam?. Terdapat beberapa penjelasan dari para sahabat dan ulama ahlusunnah, diantaranya:
  • Ibnul-Qayyim menukil perkataan Abu ‘Ubaid bahwasannya Al-Ashmaa’iy dan lain-lain berkata “Pada asalnya makan ‘aqiqah adalah rambut bawaan yang ada di kepala bayi ketika lahir. Namun, istilah tersebut disebutkan untuk kambing yang disembelih ketika ‘aqiqah karena rambut bayi dicukur ketika kambing tersebut disembelih.
  • Al-Jauhari mengatakan “Aqiqah adalah menyembelih hewan pada hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya”. Selanjutnya Ibnul-Qayyim berkata “Dari penjelasan ini jelaslah bahwa aqiqah disebutkan demikian karena mengandung dua unsur diatas dan ini lebih utama”.
Dari dua informasi diatas, sehingga dapat ditarik kesimpulan jika ‘aqiqah secara syar’iy yang paling tepat adalah binatang yang dipotong. Karena kelahiran seorang buah hati sebagai wujud rasa terima kasih kepada Allah ta’ala dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Tidak hanya arti saja namun aturan aqiqah juga sudah ditetapkan sehingga nantinya cukup tinggal dilaksanakan seperti dengan apa yang sudah tertera.

Aturan Aqiqah

Aqiqah menurut pendapat yang paling kuat, hukumnya adalah sunnah muakkadah. Hal ini berdasarkan anjuran dari Rasullullah SAW. Beliau berkata “Bersama anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkanlah (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (cukur rambutanya)” (HR Ahmad, Al-Bukhori dan Ashhabus sunan). Dalam hadist tersebut diperintahkan melalui perkataan Rasulullah “maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan). Jika ditelaah lebih lanjut, perintah disini buka bersifat wajib. Sebab ada sabda Rasulullah yang memalingkan dari kewajiban tersebut. Rasullulah bersabda “Barang siapa di antara kalian yang ingin menyembelih bagi anaknya, maka silahkan lakukan”. (HR. ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dengan sanad yang hasan). Dalam aturan aqiqah disunnahkan melaksanakan aqiqah pada hari ketujuh dari persalinan, tentu saja ini didasarkan hadist Rasulullah SAW. Beliau berkata: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dia dicukur dan diberi nama”. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan dan dinyatakan shohih oleh At-tirmidzi). Melakukan aqiqah bila tidak dapat dilakukan pada hari ke tujuh. Disunnahkan dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan jika masih tidak bisa, bisa dilaksanakan pada hari ke dua puluh satu. Setelah hari ke dua puluh satu masih belum mampu melakukan aqiqah. Maka bisa dilakukan ketika sudah sanggup. Yang perlu diperhatikan adalah implementasi aqiqah pada hari ke tujuh, empat belas maupun dua puluh satu sifatnya tetap sunnah bukan wajib.

Aturan Aqiqah

Keharusan aqiqah dalam aturan aqiqah merupakan kewajiban yang dibebankan untuk orang tua anak, namun bila orang tua belum mampu menyembelihkan aqiqah untuknya hingga dia dewasa, maka dapat menyembelih hewan aqiqah untuk dirinya sendiri. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata “Dan ia tidak diaqiqahi oleh ayahnya, lalu kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri, maka hal tersebut tidak menjadi masalah menurut saya, wallahu a’lam”. Kemudian, untuk hewan yang dapat disembelih dalam aturan aqiqah juga telah ditentukan. Syaratnya sama dengan hewan yang hendak disembelih untuk qurban, dilihat dari segi usia dan kriterianya. Imam Malik berkata “Aqiqah itu seperti layaknya nusuk (sembelihan denda larangan haji) dan udhhiyah (qurban), tidak diperbolehkan dalam hal ini hewan yang sakit, kurus, picak dan patah tulang”. Selanjutnya Ibnu Abdul Barr berkata “Para ulama telah jima’ bahwa hewan aqiqah ini tidak diperbolehkan hal-hal atau apa yang tidak diperbolehkan dalam udhhiyah. Harus dari Al-Azwaj Ats-Tsamaniyyah, yaitu domba, kambing, sapi, unta, kecuali pendapat yang ganjil yang tida dianggap”. Nah namun tidak dibolehkan dalam aqiqah berserikat seperti dibolehkannya berserikat dalam udhhiyah. Baik domba/kambing, atau sapi ataupun unta. Oleh karenanya jika ada yang aqiqah dengan sapi ataupun unta, tidak boleh untuk tujuh orang sebagaimana pada qurban, hanya boleh untuk satu orang saja.

Aturan Aqiqah

Mungkin Anda bertanya-tanya sebenarnya apa ketentuan hewan yang dapat diaqiqahkan?. Dalam aturan aqiqah, untuk orang tua yang ingin mengakikah anaknya. Menginginkan hewan aqiqah yang krusial sebagai persyaratan utama dalam melaksanakan aqiqah. Tentu saja hewan aqiqah yang diperlukan untuk bayi laki-laki tentu berbeda dengan hewan aqiqah untuk anak perempuan. Pada aqiqah anak laki-laki dianjurkan atau disunnahkan dengan dua ekor kambing. Namun jika tidak sanggup boleh hanya menggunakan satu ekor saja dan itu sudah ditafsir sah. Selanjutnya untuk anak perempuan, maka aqiqahnya hanya dengan satu ekor kambing atau domba yang telah memenuhi syarat sebagai hewan aqiqah. Berkaitan daging hewan aqiqah. Banyak ahli yang menyampaikan jika pembagiannya mirip dengan pembagian daging qurban. Sebagian boleh dimakan oleh keluarga yang diaqiqahkan dan yang lainnya boleh dibagikan kepada fakir miskin ataupun tetangga. Sedangkan bila ada sanak famili dari yang diaqiqahkan tidak menyantap dan membagikan seluruhnya kepada fakir miskin. Tentu saja diperbolehkan dan tidak ada pantangan untuk itu. Menurut Syaikh Utsaimin berkata “Dan tidak apa-apa dia mensedeqahkan darinya dan mengumpulkan kerabat dan tetangganya untuk menyantap daging aqiqah yang sudah matang”. Lain halnya dengan Syaikh bin Baz, beliau memberikan hak antara mensedekahkan seluruhnya atau mensedekahkan sebagian dan memasaknya. Kemudian mengundang saudara, teman, tetangga dan kaum muslimin yang lain untuk memakannya. Dalam aturan aqiqah daging aqiqah disunnahkan dalam kondisi sudah matang atau sudah dimasak. Tentu saja ini yang mengecualikan dengan pembagian daging qurban yang lebih disarankan dalam kondisi mentah. Sebenarnya, banyak sekali faedah yang didapat dengan beraqiqah. Diantaranya membebaskan buah hati dari ketergadaian pembelaan orang tua di hari kemudian. Melindungi anak dari musibah dan kehancuran sebagaimana pengorbanan Nasi Ismail AS dan Nabi Ibrahim AS. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya dan pengungkapan rasa gembira demi tegaknya islam. Semuanya sudah tertulis dengan jelas di aturan aqiqah. Bagi Anda yang sedang mencari jasa aqiqah anak yang sesuai syariat. Bisa menyaksikan penyembelihan secara langsung, masakan yang lezat,gratis beberapa menu olahan,fasilitas cukur gundul, pengantaran sampai lokasi, kemasan rapi dan eksekutif serta mendapatkan sertifikat bukti. Bisa datang ke kantor pusat  kami di Jl Kaliurang Km 4,5 Tawangsari CT II D2 . Kontak kami Telepon/SMS/WhatsApp (WA)  0812 2234 6099