Mendidik Diri Sendiri dan Menjadi Guru yang Baik untuk Buah Hati

Mendidik Diri Sendiri dan Menjadi Guru yang Baik untuk Buah Hati

mendidik diri sendiriParenting – Setelah memasuki pintu demi pintu taubat, maka mendidik diri sendiri adalah langkah berikutnya. Anda adalah orang tua yang akan menjadi pelakunya, menjadi guru dan pelatih utama, bukan mewakilkan atau mengandalkan orang lain. Bukan juga menggantungkan pada alat-alat dan peraga.  

Mendidik diri berarti menyiapkan diri sendiri menjadi pendidik bagi anak-anak. Tidak harus sempurna. Tetapi setidaknya, bersedia untuk terus berlajar menjadi pribadi yang layak untuk mendidik. 

  1. Ikhlas Hatinya

Ikhlas bermakna meniatkan amalan semata karena Allah dan tidak mengharap pujian atau imbalan dari makhluk-Nya. Hal tersebut terjadi ketika kita tidak semakin bersemangat saat dipuji, dan tidak semakin berkurang semangat saat orang-orang mencela. Orang yang ikhlas tidak menghitung-hitung dan berbangga atas amalnya. Sebab kepastian diterimanya amal itu lebih penting daripada seberapa banyak amal yang terhitung oleh pikiran kita.

Pendidik anak-anak itu ikhlas hatinya. Apa-apa yang dilakukannya semata mengharap ridha Allah. amal-amalnya jauh dari berharap pujian dan imbalan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata,

“Orang yang riya’ itu memiliki empat tanda: malas ketika sendirian, semangat ketika berada ditengah-tengah manusia, bertambah amalnya ketika dipuji, dan berkurang amalnya ketika tidak mendapat pujian.”

Kondisi kehamilan yang Anda hadapi tidak selalu seperti yang Anda bayangkan. Ada kehamilan yang memerlukan perhatian khusus, terasa berat dan sulit. Maka, hanya seorang ibu yang ikhlas yang terus menghadapinya dalam keadaan bahagia maupun sengsara, dalam keadaan kekurangan dan berkelebihan, dalam keadaan tersanjung maupun tercaci, dan dalam keadaan mudah maupun penuh kesulitan.

Terapi keikhlasan harus dengan banyak melakukan muhasabah atas amal-amal dan kebersihan hati. Anda mesti terus menerus berlatih menaklukkan ego dalam tugas mulia ini, memutus rantai amarah, membuang prasangka buruk seputar beban kehamilan dan masalah yang menyertainya.

  1. Amanah, Priadi yang Terpercaya

Anak-anak mendengarkan nasehat orang tuanya dan mematuhinya. Untuk menjadi orang tua yang dapat dipercaya, maka kejujuran adalah syaratnya. Pahitnya kata-kata orang jujur tetap lebih baik daripada manisnya kata-kata seorang pendusta. Orang tua jujur yang yang memiliki keterbatasan lebih dipercaya anak-anaknya daripada orang tua tidak jujur yang berkelebihan. Anda mesti menjadi sosok yang mendapatkan kepercayaan, karena tugas Anda adalah meyakinkan kebenaran dan mengarahkannya kepada kebaikan.

Amanah (terpercaya) dikedepankan sebelum sifat-sifat yang lain. Sifat ini selalu bersamaan dengan ash shidiq (kejujuran) sehingga tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya, dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur. Sifat amanah ini melekat pada diri para Rasul, yang dengannya risalah kebenaran tersampaikan kepada ummat manusia.

  1. Benar Perkataannya

Milikilah sifat shidq, yaitu jujur dan benar dalam kata-kata, dengan menjauhkan diri dari kebiasaan berdusta atau menyampaikan kabar bohong. Nabi SAW bersabda,

“Sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan itu mengantarkan kepada surge. Seorang bersikap jujur sehingga Allah menetapkannya sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu mengantarkan kepada perbuatan dosa dan dosa itu mengantarkan menuju neraka. Seseorang bersikap dusta sehingga Allah menetapkannya sebagai pendusta.” (HR Bukhari muslim)

Sifat Shidq mestinya melekat dalam perkataan, perbuatan, niat, dan janji. Shidq dalam perkataan berarti biasa berkata benar dan menolak berkata dusta. Benar dalam perkataan memang tak serta merta membuat perkataan nasehat menjadi dipercaya. Tetapi setidaknya pendengar menjadi tahu bahwa perkataan yang kita ucapkan bukan kata-kata dusta, bukan kata-kata yang tak terbukti, dan bukan ajakan yang menipu.

Shidq dalam perbuatan adalah melakukan tindakan atau pekerjaan dengan kesungguhan. Apa yang anda kerjakan adalah apa yang diyakini dan yang pernah anda katakan. Allah murka pada orang-orang yang mengatakan sesuatu, sedangkan ia sendiri tidak melakukannya.

Shidq dalam niat adalah benar dalam setiap kehendak yang akan diperbuatnya. Ayah dan ibu mandidik anak-anaknya karena niatnya benar-benar untuk mengarahkan kebaikan. Anda mendidik janin dalam rahim dengan niat tulus demi kebaikan jann. Tidak ada motif atau kepentingan lain yang mengotori kehendaknya setiap kali beramal.

Shidq dalam janji adalah benar dalam setiap janji. Yaitu sangat berhati-hati ketika berjanji, merasa takut jika janjinya itu tidak terpenuhi sehingga menyebabkannya menjadi pengingkar janji. Sedangkan ingkar janji adalah sebagian dari sifat orang munafik.

Di hadapan anak-anak dan keluarga, kata-kata yang kita ucapkan akan mereka ingat seumur hidupnya.

  1. Penyayang

Adakah orang tua yang tidak penyayang?

Mungkin ada. Yaitu mereka yang menikah semata karena cinta syahwatnya. Ketika anak-anak terlahir, maka kehadiran buah hatinya itu adalah pengganggu yang baginya hanya menjadi beban hidup. Mereka memberi fasilitas anak-anaknya sangat layak, bahkan mewah, hanya agar anak-anak tidak rewel atau tidak mengganggu orang tuanya. Jika seorang ibu atau ayah masih merasakan tangisan, permintaan, dan semua kerewelan anaknya itu adalah gangguan, maka cukuplah terbukti ia tidak penyayang kepada anaknya.

Kemurnian Islam harus tersampaikan seutuhnya kepada anak-anak. Sebagian dari ajaran ini memang berat, oleh sebab itu harus menyampaikannya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Orang tua harus memanampilkan diri sosok yang penuh kasih sayang, seorang pelindung yang ramah, seorang pengayom yang gemar berbagi, seorang penjaga yang peduli.

Rasulullah SAW bersabda,

“Hendalah kamu bersikap lemah lemut dan janganlah bersikapkasar dan keji.” (HR Bukhari)

“Sesungguhnya, tidaklah sikap lemah lembut itu ada pada sesuatu kecuali akan meghiasinya dan tidak pula ia lepas dari sesuat kecuali mengotorinya.” (HR Muslim)

  1. Tenang dalam Bertindak

Pendidik yang baik adalah seorang alim (berkeilmuan). Tetapi penguasaan ilmu yang menjadikannya tinggi hati, angkuh dan merasa paling tahu bukanlah sifat seorang pendidik.

Dalam banyak situasi, ketenangan menghadapi persoalan bahkan lebih penting daripada tindakannya itu sendiri. Berbagai situasi darurat menghendaki ketenangan terlebih dahulu, sebelum tindakan apapun Anda lakukan. Pada situasi yang memancing amarah, ketenangan menjadikan komunikasi tetap terjadi sehingga peluang pemecahan masalah tetap ada.

Dalam keadaan hamil, wanita yang tenang menghadapi masalah lebih memiliki peluang bagi keselamatan bayinya dan nasib bayi kelak ketika terlahir. Begitu juga di masa-masa menyusui dan mengasuh anak, sikap tenang seorang ibu dalam menghadapi masalah akan menjadikan bayi merasa nyaman.

  1. Sabar dalam Bersikap

Sesungguhnya iman itu separuhnya adalah sabar, dan separuhnya lagi adalah syukur.

Sabar menjadi akar dari ketangguhan dan kuatnya hati, yaitu keadaan ketika seorang ayah atau ibu menampakkan sifat pantang mengeluh, menahan diri dari amarah dan memaksakan kehendak pribadi, serta kemampuan mencegah dari semua perbuatan dzalim. Orang tua penyabar tidak mudah menyerah terhadap apa yang sedang diperjuangkannya meski rintangan semakin berat dan sulit.

Allah telah menjanjikan bahwa kesabaranlah yang akan menjadi sarana apakah petunjuk yang kita sampaikan kepada orang-orang akan mereka terima ataukah mereka tolak.

Dia berfirman,

“Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpinh-pemimpin yang memebri petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (QS As Sajdah : 24)

Lawan dari sifat sabar adalah tergesa-gesa (isti’jal), yaitu sikap terburu-buru, tidak mampu menahan keinginan untuk segera merasakan hasil ikhtiar. Isti’jal juga bermakna kekurangsiapan untuk mentaati tahapan demi tahapan atas rencana mendidik yang telah ditetapkan.

Jika kesabaran dapat menjadi sarana tersampaikannya petunjuk kepada orang yang dibimbing, maka isti’jal akan menjadikan semua rencana berantakan. Bertahun, bahkan puluhan tahun bersusah payah dalam ikhtiar yang berat, ketergesaan menjadikan semua itu terhenti seketika.

  1. Tangguh

Tangguh itu kesiapan lahir batin menghadapi situasi apapun di jalan ikhtiar. Ketangguhan ini peting sebab kita tak selalu tahu tahu perubahan kondisi dari waktu ke waktu. Seorang ibu pendidik anak-anak harus tangguh, siap lahir batin menghadapi segala kemungkinan.

Ada tiga unsur ketangguhan yang harus ada dalam pribadi seorang pendidik.

Pertama ketangguhan fisik (Jasadiyah), yaitu tangguh secara jasmani menyongsong tugas-tugas orang tua pendidik anak-anak dan keluarga. Fisik yang sehat lebih memungkinkan amanat ini berjalan dengan baik dan sempurna.

Kedua, ketangguhan hati (Qalbiyah), yaitu kondisi hati yang bermental baja. Hati yang tidak mudah takut akan tantangan baru dalam mendidik anak-anak dan memperbaiki keluarga.

Ketiga, ketangguhan pikir (Fikriyah), yaitu kemampuan akal pikiran kita untuk beraneka ragam masalah, dan terus mencari solusi atas semua persoalan. Setiap hari, mungkin saja di tengah-tengah keluarga muncul persoalan baru yang harus Anda hadapi dengan solusi baru.

 

[Yazid Subakti]